Selasa, 08 Desember 2015

BERMAIN SEBAGAI SARANA BELAJAR AUD




BERMAIN SEBAGAI SARANA BELAJAR AUD
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pemmbelajaran PAUD
PG-PAUD Semester IV
Dosen : Bpk. Dudung Abdussalam, M.Pd


Description: Description: E:\STKIP\original logo.jpg

Disusun oleh :
nama
:   NURRUL PRIMA WISTRI
NIM
:   124 223 033
PRODI
:   PG-PAUD SMT 4



SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) Muhammadiyah Kuningan
Tahun Akademik 2012 - 2013
Jl.Raya Cigugur No.28 Telp. (0232) 874085 Fax. (0232) 871281 kuningan 45511
Website : www.umku.ac.id 



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan rahmat dan inayah-Nya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran PAUD.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dudung abdussalam, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Belajar dan Pembelajaran PAUD. Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman yang telah memberi pengarahan dan petunjuk dalam pembuatan makalah ini. 
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari dosen pembimbing maupun teman-teman sangat penulis  harapkan tegur sapanya untuk perbaikan makalah ini dan selanjutnya.
Kepada Allah SWT, kami memohon taufik dan hidayah-Nya semoga dalam pembuatan makalah ini senantiasa dalam keridhaannya-Nya. Amin.


Kuningan,     Juni  2014

Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah.................................................................................... 1

BAB II. BERMAIN SEBAGAI SARANA BELAJAR AUD
2.1  Pengertian Bermain.................................................................................. 2
2.2  Fungsi dan manfaat Bermain................................................................... 2
2.3  Karakteristik Bermain.............................................................................. 3
2.4  Peran Guru............................................................................................... 5

BAB III. PENUTUP
3.1  Kesimpulan.............................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 8



 


BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Upaya pemanfaatan bermain untuk kepentingan perkembangan dan belajar anak sudah sejak lama dirintis oleh para ahli pendidikan anak usia dini. Misalnya, Frederich Froebel (1782-1852) mengamati dan mempelajari aktivitas bermain anak dalam upaya mengembangkan program pendidikan yang disebut dengan Kindergarten. Berdasarkan hasil pengamatannya, ia mengembangkan program pendidikan yang berorientasi pada kegiatan.
Maria Montessori (1870-1952) juga melakukan pengamatan terhadap aktivitas bermain anak. Atas dasar hasil pengamatannya itu, ia mengembangkan program pendidikan anak berbasis aktivitas yang dikenal dengan metode Montessori.
Barulah pada tahun 1960-an, inovasi penggunaan bermain untuk kepentingan pembelajaran dilakukan secara lebih nyata. Melalui gerakan Nursery School di inggris dan reformasi TK di Amerika Serikat, bermain mulai diterima sebagai sesuatu yang sah dalam pendidikan anak usia dini. Para pendidik di lembaga-lembaga pendidikan tersebut mengamati aktivitas bermain anak dan melihat apa yang anak lakukan dalam bermain ternyata memuat sesuatu yang potensial untuk belajar. Mereka melihat bagaimana anak menguji ide-ide, mengabstraksikan informasi, dan melakukan sesuatu berdasarkan pada informasi tersebut melalui bermain. Aktivitas bermain yang penyelenggaraan program pendidikan.
1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa rumusan masalah dalam kaitannya dengan Bermain Sebagai Sarana Belajar  Anak, yaitu sebagai berikut:
a.          Apa pengertian Bermain itu?
b.          Fungsi dan Manfaat Bermain?
c.          Apa Karakteristik Bermain itu?
d.          Peran Guru dalam Kegiatan Bermain Bersama Anak?

BAB II
BERMAIN SEBAGAI SARANA BELAJAR AUD
2.1         Pengertian Bermain
Istilah bermain merupakan konsep yang perlu dipahami dengan baik agar tidak terjadi kesalahan dalam menilai kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa bersama anak, khususnya bersama anak usia balita. Pada dasarnya, bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak secara berulang-ulang semata-mata demi kesenangan dan tidak ada tujuan atau sasaran akhir yang ingin dicapainya. Jadi, khususnya pada anak usia balita, apapun kegiatan yang dilakukan, selama membuat anak merasa senang, dapat dikategorikan sebagai bermain. Kegiatan bermain yang dilakuka oleh anak, dapat dengan mengunakan alat ataupun tanpa alat permainan, dilakukan dimana saja, kapan saja.
Dengan demikian, yang menjadi tantangan bagi orang dewasa adalah bagaimana memanfaatkan kegiatan bermain untuk membantu anak belajar dalam suasana hati yang menyenangkan dan tanpa beban. pada si anak, maksudnya atas prakarsa anak, dipacu oleh anak Caranya, anatara lain dengan mengupayakan agar kegiatan yang dilakukan berpusat dan mengikuti gaya anak.

2.2         Fungsi dan Manfaat Bermain
Bermain memiliki peran penting dalam perkembangan anak pada hamper semua bidang perkembangan, baik perkembangan fisik-motorik, bahasa, intelektual, moral, social, maupun emosional.
a.    Kemampuan Motorik
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bermain memungkinkan anak bergerak secara bebas sehingga anak mampu mengembangkan kemampuan motoriknya (Paiget, 1962; Curtis, 1977). Pada saat bermain anak berlatih menyesuakan antara pikiran dan gerakan menjadi suatu keseimbangan. Menurut Piaget, anak terlahir dengan kemampuan refleks, kemudian ia belajar menggabungkan dua atau lebih gerak refleks, dan pada akhirnya ia mampu mengontrol gerakannya. Melalui bermain anak belajar mengontrol gerakannya menjadi gerak terkoordinasi.
b.    Bermain Mengembangkan Kemampuan Kognitif
Menurut Piaget (1962), anak belajar memahami pengetahuan dengan berinteraksi melalui objek yang ada di sekitarnya. Bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan objek. Anak memiliki kesempatan menggunakan indranya, seperti menyentuh, mencium, melihat, dan mendengarkan untuk mengetahui sifat-sifat objek. Dari pengindraan tersebut anak memperoleh fakta-fakta, informasi, dan pengalaman yang akan menjadi dasar untuk berpikir abstrak. Jadi, bermain menjembatani anak dari berpikir konkret ke berpikir abstrak. Vygotsky (1976) menyatakan bahwa pada saat bermain, pikiran anak terbebas dari situasi kehidupan nyata yang menghambat anak berpik abstrak. Kemampuan Afektif
Setiap permainan memiliki aturan. Aturan akan diperkenalkan oleh teman bermain sedikit demi sedikit, tahap demi tahap sampai setiap anak memahami aturan bermain. Oleh karena itu, bermain akan melatih anak menyadari adanya aturan dan pentingnya memauhi aturan. Hal itu merupakan tahap awal dari perkembangan moral (afeksi).
c.    Kemampuan Bahasa
Pada saat bermain anak menggunakan bahasa, baik untuk berkomunikasi dengan temannya maupun sekedar menyatakan pikirannya (thinking aloud). Sering kita menjumpai anak kecil bermain sendiri sambil mengucapakan kata-kata seakan-akan ia bercakap-cakap dengan dirinya sendiri. Ia sebenarnya sedang “membahasakan” apa yang ada dalam pikirannya. Menurut Vygotsky (1926) peristiwa seperti itu menggambarkan bahwa anak sedang dalam tahap menggabungkan pikiran dan bahasa sebagai satu kesatuan.
d.   Kemampuan Sosial
Pada saat bermain anak berinteraksi dengan anak yang lain. Interaksi tersebut mengajarkan anak cara merespons, memberi dan menerima, menolak atau setuju dengan ide dan perilaku anak yang lain.

2.3         Karakteristik Bermain
Kriteria untuk menentukan apakah suatu kegiatan itu merupakan bermain atau bukan tidak selamanya dapat diamati. Kita tidak bisa menentukan apakah suatu kegiatan itu bermain atau bukan, hanya berdasarkan wujud kegiatannya, melainkan perlu pula mempertimbangkan alasan-alasan atau motif-motif yang mendorong dilakukannya kegiatan tersebut. Dengan demikian, suatu aktivitas yang merupakan bermain dalam kondisi tertentu bisa menjadi bukan bermain dalam kondisi yang lain. Misalnya, mengendarai sepeda yang dilakukan oleh para pembalap dalam suatu kejuaraan, berbeda dengan yang dilakukan sehari-hari oleh anak di depan rumah. Apa yang dilakukan oleh para pembalap tersebut dapat merupakan suatu pekerjaan atau profesi, tetapi yang dilakukan oleh anak-anak dapat merupakan aktivitas bermain.
Dalam hal ini terdapat tujuh ciri yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan apakah sesuatu itu bermain atau bukan, yakni volutir, spontan, terfokus pada proses, memberi ganjaran secara intrinsik, menyenangkan, aktif, dan fleksibel (Solehuddin, 1996).
Pertama, bermain dilakukan secara voluntir. Bermain dilakukan oleh anak secara suka rela tanpa paksaan atau tekanan dari orang lain. Anak bermain atas keinginan dan kemauannya sendiri, bukan karena perintah orang lain.
Kedua, bermain itu spontan. Anak akan bermain kapan pun mereka mau. Bermain tidak dilakukan anak dengan menempuh prosedur perencanaan yang sistematik. Apa yang dilakukan anak dalam kegiatan bermain berlangsung begitu saja sesuai dengan munculnya keinginan anak untuk bermain.
Ketiga, kegiatan bermain lebih berorientasi pada proses dari pada terhadap hasil atau akhir kegiatan. Fokus dalam bermain adalah melakukan aktivitas bermain itu sendiri, bukan hasil atau akhir dari kegiatannya. Anak sering tidak peduli dengan akhir dari kegiatan yang dilakukan dalam bermain.
Keempat, bermain didorong oleh motivasi intrinsik. Maksudnya, yang mendorong anak untuk melakukan kegiatan bermain tersebut adalah kegiatan itu sendiri, bukan karena faktor-faktor luar yang bersifat ekstrinsik. Anak bermain karena menyukai kegiatan tersebut, bukan karena hal-hal yang bersifat instrumental karena faktor-faktor eksternal, misalnya didorong orang tua, untuk mendapatkan hadiah, dan lain-lain. Anak gembira karena melkukan kegiatan bermain tersebut, bukan karena hadiah atau karena ingin mendapat pujian dari orang lain.
Kelima, bermain itu pada dasarnya menyenangkan. Bukan bisa memberikan perasaan-perasaan positif bagi para pelakunya. Oleh karena itu, apa yang membuat anak senang atau puas dalam bermain adalah keterlibatannya dalam aktivitas bermain itu sendiri. Dilihat dari ciri ini, semakin aktivitas itu menyenangkan, maka hal tersebut semakin merupakan bermain. Sebaliknya, semakin aktivitas itu menyiksa atau menyakitkan, maka hal itu semakin bukan merupakan bermain.
Keenam, bermain itu bersifat aktif. Bermain memerlukan keterlibatan aktif dari para pelakunya. Sesuatu yang terjadi secara pasif walaupun voluntir dan menyenangkan, seperti mimpi, tidak dapat dikategorikan sebagai bermain.
Ketujuh, bermain itu bersifat fleksibel. Dengan ciri ini berarti anak yang bermain memiliki kebebasan untuk memilih jenis kegiatan yang ingin dilakukannya atau untuk beralih dari kegiatan bermain yang satu ke kegiatan yang lain
Dengan tujuh karakteristik di atas, secara sederhana bermain dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara voluntir, spontan, terfokus pada proses, didorong oleh motivasi intrinsik, menyenangkan, aktif, dan fleksibel.

2.4         Peran Guru dalam Kegiatan Bermain Bersama Anak
Keterlibatan guru dalam kegiatan bermain yang dilakukan anak sangat diperlukan, dimana guru dapat berfungsi untuk member dukungan pada anak di kala anak merasa dirinya tidak mampu, cemas, dan malu, dan bersikap responsive terhadap perilaku serta keingintahuan anak.
1.    Beberapa Hasil Penelitian mengenai Peran Guru yang Kurang Menunjang Kegiatan Bermain Anak
Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh File dan Kontos pada tahun 1993 di Amerika Serikat (Johnson, 1999), diperoleh hasil bahwa para guru lebih banyak member dukungan dalam aspek perkembangan kognitif dan kurang mengembangkan aspek sosial dari kegiatan bermain. Bila aspek social kurang diperhatikan, dampak negatif akan lebih dirasakan oleh anak yang kurang terampil dalam pertemanan. Anak-anak ini semakin tersisih dari teman-teman lainnya.
Grinder dan Johnson (Johnson,1999) melaporkan bahwa 27% dari waktu guru saat bermain bersama anak menunjukkan keterlibatan yang mengganggu kegiatan bermain anak (play-interfering). Perilaku guru yang secara kasat mata dapat mengganggu aktivitas bermain anak adalah mengambil alih permainan, memberikan instruksi, memberikan perintah atau mengajal anak bercakap-cakap saat dia sangat asyik dengan kegiatannya. Saat anak bermain konstruktif, sebaiknya tidak usah menginstuksikan anak untuk membuat suatu bentuk atau menyuruh anak meniru bentuk yang harus dibuat. Apabila guru  terlalu banyak ikut campur atau mau mempengaruhi anak maka akan mengganggu keberlangsungan kegiatan bermain anak.
Yang menjadi bagian penting dari peran guru dalam bermain bersama dengan anak adalah bagaimana guru melibatkan diri dan bukan pada seberapa sering guru melibatkan diri dalam kegiatan bermain bersama anak. Bila keterlibatan guru sesuai maka hal ini akan memperkaya pengalaman serta wawasan anak.
2.    Beberapa Hasil Penelitian mengenai Dampak Positif dari Keterlibatan Guru dalam Aktivitas Bermain Bersama Anak
Apabila guru ikut bermain bersama anak, ada beberapa hasil positif teramati, yaitu :
a.         Lamanya(durasi) anak bermain bersama teman menjadi dua kali lipat dan biasanya, dibandingkan bila mereka dilepas untuk bermain sendiri tanpa guru.
b.        Anak-anak akan menampilkan kegiatan bermain kooperatif (tahap tertinggi dari kegiatan bermain social yang di kemukakan oleh Parten). Berarti dengan keikutsertaan guru, anak-anak mau melibatkan diri dalam kegiatan bermain yang lebih bersifat social.
c.         Kegiatan bermain yang dilakukan anak menunjukkan tahapan kognitif yang lebih tinggi.
d.        Dalam aktivitas membaca buku, ternyata anak-anak menunjukkan minat membaca dan menulis yang lebih tingggi.




BAB III
PENUTUP
3.1      KESIMPULAN
Bermain adalah dunia kerja anak usia Balita dan kegiatan bermain ditanadai oleh rasa senang dari orang yang terlibat di dalam kegiatan bermain. Oleh karena itu, menimbulkan rasa senang maka anak akan lebih mudah mempelajari suatu hal. Dari kegiatan bermain anak dapat memetik berbagai manfaat, baik dalam perkembangan fisik dan motoriknya, emosi dan sosialnya, serta aspek kognitif dan bahasanya. Empat tahap kegiatan bermain menurut Piaget, yaitu : (1) sensorimotor, usia 3-18 bulan. (2) simbolik. 18 bulan-sekitar 7 tahun, (3) bermain social, 8-11 tahun, serta bermain social dan olahraga, 11 tahun sampai ke atas.
Meskipun istilah bermain akrab bagi hamper setiap orang ternyata tidak mudah mendefinisikan bermain secara komprehensif sehingga dapat memadukan berbagai pandangan. Bahkan, muncul aneka ragam definisi atau pengertian tentang bermain yang dikemukakan oleh para ahli. Munculnya aneka ragam pengertian tentang bermain ini bisa disebabkan oleh karena: (1) istilah bermain digunakan dalam berbagai cara dan konteks kehidupan sehari-hari, (2) studi-studi tentang bermain dilakukan dalam berbagai disiplin, dan (3) kriteria untuk menentukan kegiatan bermain tidak selamanya dapat diamati.


DAFTAR PUSTAKA
Solehuddin, M. dkk.  (2007). Pembaharuan Pendidikan TK. Modul 5. Departemen Pendidikan Universitas Terbuka.
Rini, Hildayani. Dkk. (2005). Psikologi Perkembangan Anak. Modul 4. Departemen Pendidikan Universitas Terbuka.
Suryanto, Slamet. (2005). Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat Publishing.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar