Selasa, 08 Desember 2015

PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR




MAKALAH
“PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
PG-PAUD Semester 7
Dosen Pengampu : Ibu Erna Juherna, M.Pd.I

Disusun oleh :
Nama  :
-      NURRUL PRIMA WISTRI
-      ELIS SUHARYANTI
-      NURUL PONIAN SARI
124223033
124223009
124223057
PRODI  :
PG-PAUD SMT 7



SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) Muhammadiyah Kuningan
2012 - 2013
Jl.Murtasiah Supomo No.28 Telp.(0232) 874085 Kuningan 45511
Website :www.umku.ac.id




KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkesulitan Belajar.
            Penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, PG-PAUD Semester 7. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam penulisan makalah ini. Walaupun makalah ini belum sempurna tetapi penulis merasa bangga terhadap hasil yang dicapai.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya. Kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.

Kuningan,   Desember  2015


Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB  I    PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C.       Tujuan........................................................................................................ 2

BAB  2     PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR
A.         Pengertian Anak Berkesulitan Belajar..................................................... 3
B.        Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar..................................................... 4
C.          Faktor-faktor Penyebab Anak Berkesulitan Belajar................................ 6
D.         Layanan Pendidikan untuk Anak Berkesulitan Belajar........................... 7
E.          Program Bimbingan dan Latihan bagi Orang Tua................................... 11

BAB  3      PENUTUP
A.         Kesimpulan.............................................................................................. 14
Daftar Pustaka........................................................................................................... 16


 



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pendidikan secara filosofis merupakan hak azasi manusia. Sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sesungguhnya pendidikan bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks ‘educational for all’ anak-anak yang mengalami kelainan fisik, intelektual, sosial emosional, gangguan motorik, atau anak dengan kebutuhan khusus (ABK) merupakan warga negara yang memiliki hak yang sama untuk menikmati pendidikan seperti warga negara yang lain. Untuk itu, pemikiran  dan realisasi ke arah upaya memenuhi kebutuhan pendidikan bagi mereka harus terus dilakukan, termasuk di dalamnya anak berkesulitan belajar.
Anak berkesulitan belajar hendaknya belajar di sekolah biasa atau sekolah regular bersama anak lain yang tidak berkesulitan belajar. Meskipun demikian, anak berkesulitan belajar memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Pemberian pelayanan pendidikan khusus bagi anak berkesulitan belajar inilah yang akan dibahas pada bab ini.
Model pendidikan bagi anak berkesulitan belajar harus mengacu pada kecenderungan perkembangan pendidikan bagi anak dengan kebutuhan khusus. Dalam skala nasional maupun global, ada dua isyu dan strategi yang akan mempengaruhi model pelayanan pendidikan bagi anak berkesulitan belajar yaitu integrasi dan inklusi.



B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, terdapat beberapa rumusan masalah erat kaitannya dengan Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkesulitan Belajar, yaitu sebagai berikut:

1.      Apa pengertian dari anak berkesulitan belajar ?
2.      Apa saja klasifikasi anak berkesulitan belajar ?
3.      Apa saja faktor penyebab anak berkesulitan belajar ?
4.      Bagaimana layanan pendidikan untuk anak berkesulitan belajar ?
5.      Bagaimana program bimbingan dan latihan bagi orang tua ?

C.    Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini, adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui dan Memahami pengertian dari anak berkesulitan belajar.
2.      Mengetahui dan Memahami klasifikasi anak berkesulitan belajar.
3.      Mengetahui dan Memahami faktor penyebab anak berkesulitan belajar.
4.      Mengetahui dan Memahami layanan pendidikan untuk anak berkesulitan belajar.
5.      Mengetahui dan Memahami Program bimbingan dan latihan bagi orang tua.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Anak Berkesulitan Belajar
Kesulitan belajar atau learning disability adalah suatu kelainan yang membuat individu yang bersangkutan sulit melakukan kegiatan belajar secara efektif. The Nationa Joint Communittee for Learning Disabilities (NJCLD) , mengungkapkan bahwa kesulitan belajar merujuk pada sekelompok kesulitan yang memanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi matematika gangguan tersebut instrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi saraf pusat.
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai tujuan belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab psikologis lain, sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai dengan potensi dan usaha yang dilakukan.
Kesulitan belajar tidak berhubungan langsung dengan tingkat intelegensi dari individu yang mengalami kesulitan belajar, namun individu tersebut mengalami kesulitan dalam menguasai keterampilan belajar dan dalam melaksanankan tugas-tugas spesifik yang dibutuhkan dalam belajar seperti yang dilakukan dalam pendekatandan metode pembelajaran konversional. Reid (1986: 12) (dalam Martini Jamaris 2014: 4) mengemukakan bahwa kesulitan belajar biasanya tidak dapat diidentifikasi sampai anak mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademmik yang harus dilakukannya. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa anak yang teridentifikasi mengalami kesulitan belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Memiliki tingkat intelegensi (IQ) normal, bahkan diatas normal atau sedikit dibawah normal berdasarkan tes IQ.
2.      Mengalami kesulitan dalam beberapa mata pelajaran, tetapi menunjukan nilai yang baik pada mata pelajaran lain.
3.      Kesulitan belajar yang dialami siswa yang berkesulitan belajar berpengaruh terhadap keberhasilan belajar yang dicapainya sehingga siswa tersebut dapat dikategorikan kedalam lower achiever (siswa dengan pencapaian hasil belajar dibawah potensi yang dimilikinya).

Dari beberapa pengertian di atas dapat diartikan bahwa kesulitan belajar (Learning Disability) adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan.

B.     Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi yang merujuk pada sejumlah kelainan yang berpengaruh pada pemerolehan, pengorganisasian, penyimpanan, pemahaman, dan penggunaan informasi secara verbal dan non verbal yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1.      Kemampuan berbahasa lisan yang mencakup pendengaran, berbicara, dan memahami pembicaraan.
2.      Kemampuan membaca yang mencakup encording, pengetahuan tentang fonetik, pengenalan dan pemahaman arti kata.
3.      Kemampuan menulis yang mencakup mengeja, menulis, dan mengarang.
4.      Kemampuan matematika yang mencakup berhitung dan pemecahan masalah.

Kesulitan belajar juga mencakup kesulitan dalam mengatur, mengelola, dan melaksanankan perencanaan atau organization skill. Kesulitan belajar mempengaruhi kemampuan dalam persepsi sosial, interaksi sosial, dan pemahaman terhadap suatu perspektif (masalah/peristiwa dan objek).


Suparno (2007: 3-25) mengkasifikasikan kesulitan belajar berdasarkan jenis gangguan atau kesulitan yang dialami yang sering disebut kesulitan spesifik yaitu:
1.      Dispraksia
Merupakan gangguan pada keterampilan motorik, gangguan ini sering diperlihatkan dalam bentuk adanya gerakan berlebih (overflow movement), kurang koordinasi dalam aktivitas motorik, kesulitan dalam koordinasi motorik halus.
2.      Disgraphia
Merupakan kesulitan dalam menulis yang disebabkan karena gangguan pada motorik ataupun gangguan pada ideo motorik (tulisan dan pengucapan tidak sesuai). Disgraphia menunjuk pada perkembangan motorik anak yang belum matang atau mengalami gangguan, dan adanya ketidakmampuan mengingat cara membuat huruf atau simbol-simbol.
3.      Diskalkulia
Kesulitan dalam menghitung, mengenal dan memahami simbol matematika karena gangguan sistem saraf pusat yaitu memori dan logika.
4.      Disleksia
Merupakan kesulitan membaca baik membaca permulaan maupun pemahaman, yang disebabkan adanya gangguan fungsi neurofisiologis. Anak sering mengalami kekeliruan saat membaca dan mengenal kata atau kalimat. Anak yang mengalami kesulitan belajar membaca berarti mengalami salah satu atau lebih kesulitan dalam memproses informasi, seperti kemampuan dalam menyampaikan dan menerima informasi. Ketidakmampuan dalam mengenal huruf dan mengucapkan bunyi huruf merupakan penyebab disleksia atau kesulitan belajar membaca.
5.      Disphasia
Kesuliatan berbahasa ditandai dengan kesalahan dalam berkomunikasi baik verbal maupun non-verbal.

6.      Body awarnes
Anak tidak memiliki kesadaran tubuh yang ditandai dengan kesalahan dalam aktivitas gerak mobilitas seperti sering menabrak bila berjalan.

C.    Faktor Penyebab Anak Berkesulitan Belajar
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
1.      Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi: 
a.         Faktor fisiologi
 Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya. 
b.        Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam faktor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
2.      Factor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi:
a.         Faktor-faktor sosial
 Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
b.        Faktor-faktor non- sosial
 Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

D.    Layanan Pendidikan Untuk Anak Berkesulitan Belajar
Seiring dengan perubahan yang terjadi di masyarakat, tentu ini memunculkan paradigma baru dalam bidang pendidikan. Ada beberapa kecenderungan terkait dengan model pelayanan pendidikan di Indonesia yaitu:
1.      Model Pendidikan Terpadu
Pendidikan terpadu adalah pelayanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus reguler. Pelaksanaan pendidikan terpadu membutuhkan bantuan tenaga khusus berkualifikasi PLB. Melalui pendidikan terpadu, praktek di lapangan bentuk integrasi pendidikan masih bersifat fisik, sedangkan integrasi instruksional melalui pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan individual belum dapat dijalankan. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka muncul model ‘mainstreaming’.
2.      Model Pendidikan Mainstreaming
Konsep mainstreaming menghendaki agar integrasi pendidikan bagi ABK mencakup integrasi sosial dan instruksional didasarkan pada kebutuhan pendidikan yang diukur secara individual dan profesional oleh berbagai profesi dan disiplin. Penempatan pendidikan ABK dalam model ini menjadi sangat fleksibel dari lingkungan pendidikan yang sangat terbatas seperti asrama, sampai lingkungan yang tidak terbatas seperti kelas biasa atau kelas reguler.
3.      Model Inklusi
Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip ‘education for all’. Sekolah yang menyelenggarakan program pendidikan inklusi, perlu dibantu tenaga khusus berkualifikasi PLB.

Dari ketiga model pelayanan pendidikan sebagaimana diuraikan di atas, maka pilihan penempatan disesuaikan dengan kondisi dan potensi lapangan. Tipe pemilihan penempatan anak berkesulitan belajar adalah:
a.       Kelas khusus
Sekolah yang menyelenggarakan kelas khusus biasanya menempatkan 10 atau 20 anak berkesulitan belajar dalam satu kelas, pengelompokan, dapat didasarkan atas taraf kesulitan atau faktor-faktor lain. Ada dua macam kelas khusus yang biasa digunakan yaitu kelas khusus sepanjang hari belajar dan kelas khusus untuk bidang studi tertentu.
Dalam kelas khusus sepanjang hari belajar anak berkesulitan belajar diajar oleh guru khusus. Mereka berinteraksi dengan anak yang tidak berkesulitan belajar hanya pada saat beristirahat. Jenis pelayanan ini adalah yang paling bersifat membatasi pergaulan anak berkesulitan belajar dengan anak yang tidak berkesulitan belajar dalam sistem pendidikan integatif.
Dalam kelas khusus untuk bidang studi tertentu anak-anak belajar bidang studi yang tidak dapat mereka ikuti di kelas regular. Untuk bidang-bidang studi seperti olahraga, musik, kerajinan tangan, dan bidang studi lain yang dapat dilakukan bersama anak yang tidak berkesulitan belajar, mereka melakukan bersama. Sebagian besar dari waktu yang digunakan di dalam kelas khusus jenis ini umumnya untuk pelajaran membaca, menulis, berhitung, dan kadang-kadang juga tentang keterampilan sosial atau aspek khusus dari bahasa.
Sistem pemberian pelayanan dalam kelas khusus tidak hanya memiliki keuntungan tetapi juga memiliki kekurangan. Keuntungan dari sistem pemberian pelayanan ini adalah : (1) pembelajarannya menjadi lebih efektif karena pengelompokannya homogen dan (2) anak berkesulitan belajar lebih banyak menperoleh pelayanan yang bersifat individual dari guru. Adapun kekurangan dari sitem pemberian pelayanan ini adalah : (1) anak berkesulitan belajar sering memperoleh cap negatif yang dapat mengganggu kepercayaan diri, sikap negatif dari keluarga, dan harapan untuk berhsil yang rendah dari guru; dan (2) anak berkesulitan belajar cenderung hanya dapat berimitasi dengan sesama mereka.  
b.      Ruang sumber
Ruang sumber merupakan ruang yang disediakan oleh sekolah untuk memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi anak yang membutuhkan, terutama yang tergolong berkesulitan belajar. Di dalam ruang tersebut terdapat guru remedial dan berbagai media pembelajaran. Aktivitas di dalam ruang sumber umumnya berkonsentrasi pada memperbaiki keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Guru sumber atau guru remedial dituntut untuk menguasai bidang keahlian yang berkenaan dengan pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Guru sumber diharapkan juga dapat menjadi “pengganti” guru kelas dan menjadi konsultan bagi guru regular. Anak belajar di ruang sumber sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Guru di ruang sumber biasanya menangani 15 sampai 20 anak tiap hari.
Pemberian pelayanan dalam bentuk sumber memiliki keuntungan tetapi juga kekurangan. Kelebihannya adalah (1) anak yang memerlukan bantuan khusus di bidang akademik atau sosial memperoleh bantuan dari guru yang terlatih dan (2) anak berkesulitan belajar tetap berada di dalam kelas regular sehingga mereka dapat bergaul dengan anak yang tidak tergolong berkesulitan belajar. Adapun kekurangan sistem pemberian pelayanan jenis ini adalah (1) meningkatkan jumlah waktu terbuang untuk pindah dari kelas regular ke ruang sumber, (2) mengurangi kemampuan guru kelas atau guru regular untuk menangani anak secara individual, (3) meningkatkan kemungkinan adanya inkosnsistensi pendekatan pembelajaran, (4) meningkatkan jumlah spesialis yang bekerja untuk anak yang dapat menimbulkan pelayanan yang terpecah-pecah, dan (5) dapat meningkatkan konflik antara kebutuhan kelompok dan kebutuhan individual.
c.       Kelas regular
Jenis pelayanan dalam bentuk kelas regular dimaksudkan untuk mengubah citra tentang adanya dua tipe anak, yaitu anak yang berkesulitan belajar dan anak yang tidak berkesulitan belajar. Dalam kelas regular dirancang untuk membantu anak berkesulitan belajar diciptakan suasana belajar koperatif sehingga memungkinkan semua anak, baik yang berkesulitan belajar maupun yang tidak berkesulitan belajar. Suasana belajar kopereatif diciptakan untuk menghindari terjadinya duplikasi pemberian pelayanan. Program pelayanan pendidikan individual diberikan kepada semua anak yang membutuhkan, baik yang berkesulitan belajar maupun yang tidak, dan bahkan juga diberikan kepada anak berbakat (gifted and talented). Dalam kelas regular semacam ini, berbagai metode untuk kedua jenis anak digunakan bersama.
Sistem pemberian pelayanan dalam bentuk kelas regular memiliki banyak keuntungan tetapi juga memiliki banyak kekurangan. Berbagai keuntungan dari sistem ini adalah:
1)        Anak berkesulitan belajar akan menggunakan anak yang tidak berkesulitan belajar sebagai model perilaku mereka.
2)        Mengelola anak berkesulitan belajar di kelas regular lebih murah daripada menyediakan mereka pelayanan dan situasi khusus.
3)        Anak yang tidak berkesulitan belajar dapat menjadi lebih mudah memahami adanya perbedaan antarindividu; dan
4)        Guru regular dimungkinkan untuk menjadi lebih dapat menyesuaikan pembelajaran mereka dengan karakteristik individual semua anak

Adapun berbagai kekurangan sistem pemberian pelayanan dalam bentuk kelas regular adalah :
1)        Anak berkesulitan belajar kurang memperoleh pelayanan individual.
2)        Anak berkesulitan belajar masih mungkin memperoleh cap negatif dari anak yang tidak berkesulitan belajar.
3)        Anak berkesulitan belajar mungkin akan sering gagal karena sulitnya bahan dan tugas.
4)        Anak berkesulitan belajar akan dirugikan karena memperoleh pelayanan PLB yang sistematis dan latihan keterampilan dasar yang cukup, dan
5)        Semangat juang (morale) guru kelas atau guru regular mungkin akan terpengaruh secara negatif karena banyak di antara mereka yang tidk dipersiapkan untuk menangani anak berkesulitan belajar.

E.     Program Bimbingan Dan Latihan Bagi Orang Tua
Meskipun peranan orang tua terhadap keberhasilan anak di sekolah telah lama dikenal, penyediaan layanan bimbingan dan latihan bagi orang tua di sekolah, terutama TK dan SD, masih sangat terbatas. Berikut ini akan dikemukakan program bimbingan dan program latihan bagi orang tua.
1.      Program Bimbingan bagi Orang Tua
Menurut McDowell seperti dikutip oleh Mercer (1979: 100), ada dua macam pendekatan dalam memberikan bimbingan bagi orang tua, yaitu pendekatan informasional dan pendekatan psikoterapetik. Pendekatan informasional menekankan pada penyediaan pengetahuan bagi orang tua tentang kesulitan belajar. Mercer mengemukakan contoh pendekatan ini dengan suatu pertemuan berangkai yang diselenggarakan oleh McWirter. Sekolah menyelenggarakan suatu rangkaian pertemuan bagi orang tua anak berkesulitan belajar dan kepada mereka diberikan informasi tentang anak berkesulitan belajar dan latihan untuk menanggulanginya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertemuan-pertemuan semacam itu sangat berharga bagi orang tua.
Pendekatan psikoterapetik memusatkan perhatian pada usaha membantu orang tua memahami konflik keluarga dan gangguan emosional yang disebabkannya. Menurut Abrams dan Kaslow seperti dikutip oleh Mercer (1979: 104) ada beberapa macam strategi pemberian bantuan bagi anak berkesulitan belajar seperti dikemukakan berikut ini.
a.         Hanya intervensi pendidikan. Strategi ini ditujukan kepada anak berkesulitan belajar tanpa gangguan emosional, yang memiliki keluarga stabil dan harmonis
b.        Hanya terapi individual. Strategi ini ditujukan kepada anak berkesulitan belajar yang orang tuanya memiliki gangguan yang sulit disembuhkan seperti orang tua yang pecandu obat bius, peminum alcohol, psikotik, atau yang menolak anak.
c.         Bimbingan kelompok orang tua. Strategi ini untuk orang tua yang baik, yang dirasakan akan memperoleh keuntungan dari pertemuan-pertemuan kelompok yang berupaya memecahkan masalah kesulitan belajar anak-anak mereka.
d.        Terapi individual dan tutorial. Strategi ini untuk anak berkesulitan belajar yang membutuhkan intervensi akademik yang sistematik dan orang tuanya memiliki gangguan yang sulit disembuhkan.
e.         Terapi bersamaan anak dan orang tua dengan pemberian terapi yang berbeda. Strategi ini digunakan jika pemberian terapi kepada anak dan orang tua secara bersamaan dapat menimbulkan kecemasan dan perasaan tertekan.
f.         Terapi bersamaan anak dan orang tua dengan pemberian terapi yang sama. Strategi ini tepat digunakan jika orang tua dan anak dapat menjalin interaksi koperatif.
g.        Terapi keluarga yang terdiri dari anak, orang tua, dan saudara-saudara kandung. Strategi ini tepat digunakan bagi keluarga yang dapat memecahkan masalah dengan menciptakan lingkungan sosial yang saling menunjang atau koperatif.

Strategi psikoterapetik dapat dipandang sebagai strategi yang cenderung menekankan pada peran orang tua dalam memecahkan masalah emosional anak, yang memandang perlu adanya perbaikan keseluruhan lingkungan keluarga.

2.      Program Latihan bagi Orang Tua
Program ini ditujukan kepada orang tua untuk memperoleh keterampilan mengajar, berinteraksi, dan mengelola perilaku anak secara efektif di rumah. Menurut McDowell seperti dikutip oleh Mercer (1979: 101) ada dua pendekatan dalam program latihan bagi orang tua, yaitu (a) pendekatan komunikasi (communication approach) dan (b) pendekatan keterlibatan (involvement approach).
Pendekatan komunikasi menekankan pada penyelenggaraan komunikasi langsung antara orang tua dengan anak; sedangkan pendekatan keterlibatan menekankan pada upaya pemecahan masalah praktis melalui kerja sama kelompok.
Dinkmeyer dan Carbon seperti dikutip oleh Mercer (1979: 102) mengembangkan suatu strategi keterlibatan yang disebut “C-Group” yang membantu orang tua memecahkan masalah praktis melalui kerja sama (collaboration), konsultasi (consultation), klarifikasi (clarification), konfrontasi (confrontation), perhatian dan pengasuhan (concern and caring), kerahasiaan (confidentiality), dan tanggung jawab (commitment) pada perubahan. Dalam pendekatan ini orang tua diminta untuk menyajikan masalah-masalah praktis kepada kelompok dan kemudian mereka mencoba memecahkan masalahsesuai dengan saran yang dikemukakan oleh kelompok.

  


BAB III
PENUTUP
             
A.    Kesimpulan
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai tujuan belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab psikologis lain, sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai dengan potensi dan usaha yang dilakukan.
Ciri-ciri anak berkesulitan belajar sebagai berikut: Memiliki tingkat intelegensi (IQ) normal, bahkan diatas normal atau sedikit dibawah normal berdasarkan tes IQ. Mengalami kesulitan dalam beberapa mata pelajaran, tetapi menunjukan nilai yang baik pada mata pelajaran lain.
Suparno (2007: 3-25) mengkasifikasikan kesulitan belajar berdasarkan jenis gangguan atau kesulitan yang dialami yang sering disebut kesulitan spesifik yaitu: Dispraksia, Disgraphia, Diskalkulia, Disleksia, Disphasia, Body awarnes
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu : Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:  1). Faktor fisiologi, 2). Faktor psikologis. Dan Faktor ekstern (factor dari luar anak) meliputi: 1). Faktor-faktor sosial, 2). Faktor-faktor non- sosial
Layanan Pendidikan Untuk Anak Berkesulitan Belajar, yaitu: Model Pendidikan Terpadu, Model Pendidikan Mainstreaming, dan Model Inklusi.
Tipe pemilihan penempatan anak berkesulitan belajar adalah: Kelas Reguler (General education Class), Kelas Khusus ( Special Class ), dan Ruang Sumber (Resource Room).
Ada beberapa macam strategi pemberian bantuan bagi anak berkesulitan belajar seperti dikemukakan berikut ini : Hanya intervensi pendidikan; Hanya terapi individual;  Bimbingan kelompok orang tua; Terapi individual dan tutorial; Terapi bersamaan anak dan orang tua dengan pemberian terapi yang berbeda; Terapi bersamaan anak dan orang tua dengan pemberian terapi yang sama; Terapi keluarga yang terdiri dari anak.
Ada dua pendekatan dalam program latihan bagi orang tua, yaitu (a) pendekatan komunikasi (communication approach) dan (b) pendekatan keterlibatan (involvement approach).





Tidak ada komentar:

Posting Komentar