SENI MUSIK TRADISIONAL
“GOONG RENTENG”
PG-PAUD Semester III
Dosen :NeliSetiawati M.M

Disusunoleh
:
1.
|
ADE ERNA ANGRAYINI
|
2.
|
NOVI CHINTIA
|
3.
|
NURRUL PRIMA WISTRI
|
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) Muhammadiyah Kuningan
2012 - 2013
Jl.RayaCigugur No.28 Telp.(0232) 874085 Fax. (0232)
871281 kuningan 45511
Website :www.umku.ac.id
KATA PENGANTAR
Pujisyukurpenulispanjatkankehadiratallah SWT
karenaataslimpahanrahmatdankarunianyapenulisdapatmenyelesaikanmakalah yang
berjudul ”SeniMusikTradisionalGoongRenteng”yang merupakansalahsatutugasdarimatakuliahPendidikanSeniMusikAnak.
Indonesia merupakannegarakepulauan yang
terdiridaribanyakpulaudanmemilikiberbagaimacamsukubangsa, bahasa,
adatistiadatatau yang seringkitasebutkebudayaan.Keanekaragamanbudaya yang
terdapat di Indonesia merupakansuatubuktibahwa Indonesia merupakannegara yang
kaya akanbudaya. Tidakbisakitapungkiri, bahwakebudayaandaerahmerupakanfaktorutamaberdirinyakebudayaan
yang lebih global, yang
biasakitasebutdengankebudayaannasional.Makaatasdasaritulahsegalabentukkebudayaandaerahakansangatberpengaruhterhadapbudayanasional,
begitu pula sebaliknyakebudayaannasional yang bersumberdarikebudayaandaerah,
akansangatberpengaruh pula terhadapkebudayaandaerah / kebudayaanlokal.
Dalampenulisanmakalahinipenulismendapatkanbantuandariberbagaipihakolehkarenaitupadakesempataninipenulismengucapkanterimakasihkepada:
1. DosenPembimbing yang
telahmembantupenulisdalampenulisanmakalahini.
2. Temanteman yang
selalumemberikandukunganbaikmorilmaupunmateril demi terselesaikannyamakalahini.
3. Serta semuapihak yang
tidakbisapenulissebutkansatupersatu.
Semogaamalibadah yang telah di berikanmendapatbalasan yang
berlipatgandadariallah SWT. Amin.
Kuningan, Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I.PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang...................................................................................... 1
1.2
RumusanMasalah.................................................................................. 3
1.3
Tujuan................................................................................................... 3
BAB II. KAJIAN ILMIAH
2.1
PengertianKebudayaan......................................................................... 4
2.2
KeseniandanIlmuKeindahan
(Estetika)................................................ 4
BAB III.
PEMBAHASAN
3.1
Sejarah.................................................................................................. 7
3.2
Sinopsis................................................................................................ 11
3.3
AlatMusik yang Digunakan.................................................................. 13
3.4
Tata Cara.............................................................................................. 13
3.5
Tata Busana.......................................................................................... 14
BAB III. PENUTUP
3.1
Kesimpulan........................................................................................... 15
3.2
Saran..................................................................................................... 16
Lampiran.................................................................................................................... 17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
Peninggalankebudayaantermasukkeseniandidalamnyamerupakanbuktisejarahperjalananbangsa
Indonesia mulaidarizamankezamandenganberbagaikondisiperkembangandunia. Salah
satuprioritasdalampembangunanNasionaladalahpelestarian yang wujudnyadapatberupaupaya-upayaperlindungan,
pemanfaatan, pemeliharaan,
sertapengembanganterhadapwarisanbudayasebagaiaset-asetbangsa.
Aset-asetbangsatersebuttentunyamemilikinilaisejarah, ilmupengetahuan,
danekonomi.
Perkembangan jaman yang begitu pesat menghadapkan kita
pada suatu krisis. Krisis setiap orang melupakan kebudayaan. Padaumumnyamasyarakatmerasagengsidanmaluapabilamasihmempertahankandanmenggunakanbudayalokalataubudayadaerah.Kebanyakanmasyarakatmemilihuntukmenampilkandanmenggunakankeseniandaribudaya
modern dibandingkanbudaya yang berasaldaridaerahnyasendiri yang
sesungguhnyajustrubudayadaerahataubudayalokallah yang
sangatsesuaidengankepribadianbangsanya.Merekalebihmemilihdanberpindahkebudayaasing
yang belumtentusesuaidengankepribadianbangsabahkanmasyarakatlebihmerasabanggaterhadapbudayaasingdaripadabudaya
yang berasaldaridaerahnyasendiri.
Oleh karena itu setiap manusia dituntut untuk mengenal
kebudayaannya sendiri, khususnya kebudayaan lokal yang ada disekitarnya, guna
menciptakan rasa kecintaan terhadap budaya bangsa, agar terciptanya suatu
bangsa yang kuat yang menghargai kebudayaannya sendiri tanpa terpengaruhi oleh
kemajuan jaman.
Kebudayaan erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat
sehari-hari. Tanpa disadari setiap waktu kita hidup dengan budaya, dengan hasil
cipta karya, karsa, dan rasa manusia, dengan barang-barang hasil ciptaan
manusia yang tujuannya guna mempermudah hidup manusia itu.
Kuningan merupakan Kabupaten kaya budaya dan di klaim
sebagai sumber peradaban pertama di tanah Jawa Barat karena ditemukan adanya
situs budaya prasejarah dari jaman Megalitikum yang terletak di Cipari,
walaupun kurang memberikan bukti yang kuat.
Kelurahan Cigugur merupakan salah satu wilayah yang
memiliki keunikan tersendiri di kabupaten Kuningan. Diferensiasai sosial dan
masyarakat multikultural sangat lekat dengan budaya tradisionalnya
menjadikan Kelurahan Cigugur sebagai sentra budaya dan menjadi ikon Kabupaten
Kuningan. Terletak di kaki gunung tertinggi di Jawa Barat, Gunung Ciremai,
menjadikan Kelurahan Cigugur yang subur, sejuk, dan menjadi sumber mata air
bersih melimpah dan dapat mencukupi kebutuhan masyarakat lokal. Karena karunia
Allah SWT yang melimpah itu, masyarakat Cigugur melakukan suatu tradisi yang
disebut Seren taun. Acara Seren Taun yang diselenggarakan setiap tanggal 18
Raya Agung sampai 22 Raya Agung ini merupakan bentuk ucapan rasa syukur kepada
Sang Pencipta dan sebagai tontonan unik dan tersendiri bagi warga lokal maupun
wisatawan.
Maka atas dasar uraian di atas dapatlah diambil suatu hal
yang sanagat penting, pengembangan wilayah ini sebagai sarana pariwisata
dinilai perlu diperhatikan secara langsung oleh pemerintah. Peran pemerintah
dinilai penting dan dibutuhkan dalam meningkatkan Pariwisata di Kabupaten
Kuningan khususnya Cigugur.“ Kenalilah dirimu sendiri sebelum kau mengenalkan
diri pada orang lain”, mungkin ungkapan tadi harus kita tanamkan terlebih
dahulu pada masyarakat Kuningan dalam mengenal kebudayaan di Cigugur.
Atas dasar itulah saya sebagai penulis ingin mengetahui
dan mempelajari lebih jauh tentang Kebudayaan Kuningan di Cigugur. Maka dalam
makalah ini penulis memilih judul : “SeniTradisionalGoongRenteng”, yang nantinya agar berguna bagi khalayak, khususnya
warga Kuningan sendiri.
1.2
RumusanMasalah
Berdasarkanlatarbelakangmasalah yang
dikemukakan di atas, terdapatbeberaparumusanmasalaheratkaitannyadengan“SeniTradisionalGoongRenteng”,
yaitusebagaiberikut:
a)
Apasejarahdaridaerahcigugurdansejarahmengenaiupacaraserentaun?
b)
Bagaimanasinopsis
yang mengenaigoongrenteng?
c)
AlatMusikapasaja
yang dipergunakan?
d)
Bagaimanatatacarapementasangoongrenteng?
e)
Bagaimanatatabusanaparapemaingoongrenteng?
1.3
TujuanMakalah
Berdasarkanrumusanmasalah
di atasmakatujuanmakalahiniialahuntukmengetahui:
a)
Mengetahuisejarahdaridaerahcigugursertasejarahmengenaiupacaraserentaun.
b)
Mengetahuisinopsismengenaigoongrenteng.
c)
Dapatmengetahuialat
music apa yang dipergunakan.
d)
Mengetahuitatacarapementasangoongrenteng.
e)
Mengetahuitatabusanaparapemain.
1.4
ManfaatMakalah
Dengan di susunnyamakalahini di
harapkandapatmenambahwawasandanpengetahuanpenulistentangbudayalokal.
BAB 2
KAJIAN ILMIAH
2.1
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar
(Koentjaraningrat, 1984 : 9 ; dan 1986 : 180).
Prof. Dr. Prijono,
guru-besar di Universitas Indonesia dan Mentri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan
pada zaman pemerintahan Soekarno, menurut beliau secara formil kata kebudayaan
berasal dari kata budaya jamak dari budhi yang telah lazim kita pakai dalam bahasa
Indonesia dan bahasa-bahasa daerah kita dalam bentuk budi. Jika demikian, maka
kebudayaan dapat diartikan sebagaisegala hasil manusia
atau hasil dari segala budhi manusia.
Iih Abdurochim, Ph. D.,
Lektor di IKIP Bandung, menyimpulkan: “Kebudayaan itu adalah segala sesuatu
yang diciptakan manusia, baik dahulu maupun sekarang, yang kongkrit maupun yang
abstrak. Jadi kebudayaan adalah lawan daripada alam (kultur lawanya natur)”.
Selanjutnya beliau berkata pula: “Kebudayaan terdiri dari berbagai segi atau
aspek dan unsur atau elemen.”
2.2
Kesenian dan Ilmu
Keindahan ( Estetika)
Umumnya bagi orang
berbahasa Indonesia, kebudayaan adalah “kesenian”, yang bila dirumuskan,
bunyinya sebagai berikut:
Kebudayaan dalam arti kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan
perilaku manusia yang fungsional, estetis, dan indah, sehingga ia dapat
dinikmati dengan pancaindranya (yaitu penglihat, penghidu, pengecap, perasa,
dan pendengar).
Menurut para ahli
filsafat, khususnya E. Kant, ilmu estetiksa adalah kemampuan manusia untuk
mengamati keindahan lingkungannya secara teratur. Berkaitan dengan penilaian
mengenai keindahan itu, aturan-aturannya tentu banyak. Sejak beribu-ribu tahun
(mungkin bahkan lebih lama), yaitu sejak manusia purba masih hidup, keindahan
dicapai dengan meniru mirip lingkingan itu, manusia kadang-kadang berhasil
menirunya dengan hampir sempurna. Dikatakan hampir sempurna, karena masih ada
bedanya. Seni rupa yang meniru mirip lingkungan itu menjadi aliran yang
sekarang disebut “aliran naturalisme”, sementara yang berbeda dengan
lingkungan, tetapi masih memiliki keindahan, disebut ”aliran seni rupa
primitif”. Kita mengenal lukisan-lukisan dinding yang dihasilkan
manusia-manusia purba di dinding-dinding gua tempat ia berteduh atau tinggal,
yang seringkali memiliki keindahan yang khas.
Pada suatu ketika manusia
kemudian berhenti untuk menirulingkungan, tetapi menggunakan garis-garis dan
lingkungan-lingkungan geometrik, dekoratif, sesuai dengan penilaian keindahan
dan kreativitas seniman yang bersangkutan. Sebenarnya penduduk Irian Jaya pun
telah meninggalkan upaya untuk meniru lingkungan tatkala mereka menciptakan
tiang-tiang mbis, yaitu patung-patung yang menggambarkan orang-orang
yang disusun secara vertikal. Patung-patung ini sebenarnya menggambarkan
silsilah orang dengan para leluhur.
Kesenian bagi cabang ilmu
pengetahuan tidak hanya diartikan sebagai tari-tarian, tetapi terutama seni
pembuatan tekstil (termasuk batik, ikat, dan songket). Dalam hal ini, arti, kedudukan,
dan simbolik dari motif-motif yang ditampilkan
dalam seni pembuatan tekstil ini menduduki tempat yang penting dalam
antropologi.
Namun di samping itu,
hampir semua cabang kesenian tradisional pun mendapat perhatian yang mendalam
dari antropologi.
Berdasarkan indera
penglihatan manusia, maka kesenian dapat dibagi sebagai berikut:
(1) seni rupa, yang
terdiri dari (a) seni patung dengan bahan batu dan kayu, (b) seni menggambar
dengan media pensil dan crayon, (c) seni
menggambar dengan media cat minyak dan cat air;
(2) seni pertunjukan yang
terdiri dari (a) seni tari, (b) seni drama, dan (c) seni sandiwara. Dalam seni
pertunjukan, indera pendengaran sebenarnya juga turut berperan, oleh karena di
dalamnya diolah pula berbagai efek suara dan musik untuk menghidupkan suasana.
Berdasarkan indera
pendengaran manusia, maka kesenian dibagi dalam:
(1) seni musik (termasuk
seni musik tradisional), dan
(2) seni kesusastraan.
Cabang kesenian yang tersebut terakhir ini juga termasuk dalam bagian ini
karena dapat pula dinikmati dan dinilai keindahannya melalui pendengaran (yaitu
melalui pembacaan prosa dan puisi).
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1
Sejarah
3.1
Sejarah Cigugur
Cigugur adalah nama sebuah
tempat, yang terletak kira-kira 3 kilometer sebelah barat Kota Kuningan.
Merupakan salah satu Kelurahan yang termasuk ke Kecamatan Cigugur. Berdasarkan
cerita orang sekitar, sebelum ada nama “ Cigugur “, nama tempat tersebut adalah
“Dukuh Padara“. Berasal dari satu tokoh yang memegang kekuasaan di sana pada
waktu itu, Ki Gede Padara. Padara berasal dari kata “Padan” dan “tarak” atau
bertapa.
Ki Gede Padara adalah
seorang biksu yang membawa keistimewaan dalam hal menghayati dan mengamalkan
ilmu kehalusan budi atau kewenangan. Terceritakan bahwa badan bagian dalam Ki
Gede Padara itu dapat terlihat atau tembus pandang, sehingga organ tubuhnya
dapat terlihat.
Ki Gede Padara lahir
sebelum Kota Cirebon berdiri,kira-kira 12-13 Masehi.
Satu periode dengan Ki Gede Padara, di sebelah selatan adalah Talaga, tokohnya adalah Pangeran Pucuk Umum. Dan disebelah utara, Galuh yang dipimpin oleh Pangeran Galuh Cakraningrat, dan Pangeran Aria Kamuning yang memimpin
Kuningan atau terkenal dengan Kajene. Meskipun Ki Gede Padara, Aria Kamuning,
Pangeran Pucuk Umum, dan Pangeran Galuh Cakraningrat ada ikatan saudara, tapi
dalam hal urusan pemerintahan dan kepercayaan mereka pegang sendiri-sendiri.
Aria Kamuning, Pangeran Pucuk Umum, dan Pangeran Galuh Cakraningratmemeluk
agama Hindu, tapi Ki Gede Padara bersikap mandiri, Hindu bukan , Budha bukan, Islam juga
bukan.
Ketika sedang gencar-gencarnya
penyebaran agama Islam, di Cirebon berdiri satu Paguron yang didirikan oleh
Syech Nurjati. Di sampingnya ada lagi yaitu Syech Maulana Syarif Hidayatullah,
yang nantinya terkenal sebagai Sunan Gunung Jati, yang selanjutnya mendirikan
Kota Cirebon yang sebelumnya disebut Caruban. Kuwu yang tinggal disana dikenal
sebgai Ki Gede Alang yang dikuburkan di dekat Mimbar Masjid Agung Cirebon.
Terceritakan Ki Gede
Padara Umurnya sudah sangat tua, malahan ia sudah merasa bosan untuk hidup,
ingin cepat-cepat meninggalkan dunia. Tapi jangankan meninggal, hidup seperti
orang normal saja sulit, padahal Makam dan nisannya sudah tersedia. Sekalipun
Ki Gede Padara mempunyai ilmu untuk menghilang ( ngahiang ). Kemauan Ki Gede
Padara akhirnya sampai kepada Pangeran Aria Kamuning yang telah masuk islam.
Seterusnya beliau ( Pangeran Aria Kamuning ) meminta bantuan kepada Pangeran
Syarif Hidayatullah.
Ketika mendengar laporan
itu, Pangeran Syarif Hidayatullah langsung berangkat menuju Dukuh Padara.
Ketika, beliau melihat keadaan tubuh Ki Gede Padara, beliau merasa iba.
Sampai beberapa saat beliau merasa tertegun. Keadaan tubuh Ki Gede Padara
menggambarkan betapa besar ilmu yang dimilikinya, begitu besarnya dalam
mengamalkan kehalusan budinya.
Setelah Ki Gede Padara mengutarakan
maksud dan tujuannya, selanjutnya oleh Pangeran Syarif Hidayatullah disanggupi,
dengan syarat Ki Gede Padara sanggup mengucapkan kalimat Syahadat. Kemudian
oleh Ki Gede Padara disanggupi, baru satu kalimat syahadat yang diucapkan oleh
Ki Gede Padara, wujudnya mendadak sirna, lalu Pangeran Syarif Hidayatullah
berniat untuk mengambil air Wudhu, tapi mencari air tidak pernah ditemukan,
kemudian beliau memanjatkan doa kepada Allah SWT.
Atas ijin Allah Yang Maha
Besar, sekejap mata timbul suatu keajaiban, Langit yang tadinya cerah mendadak
mendung, suara guntur menyambar-nyambar. Bersamaan dengan itu, dari dalam tanah
keluar mata air jernih berkilau. Lama-kelamaan air tersebur menyembur dan
membentuk sebuah balong ( kolam ). Sampai sekarang menjadi Balong Keramat yang
dihuni oleh ikan Kancra Putih. Kejadian itu berupa pertanda bahwa gugurnya Ilmu
Ki Gede Padara. Sejak saat itu Dukuh Padara dikenal sebagai Cigugur yang
dikenal sampai sekarang.
3.2
Sejarah Seren Taun
Menurut catatan sejarah dan tradisi lokal,
perayaan Seren Taun sudah turun-temurun dilakukan sejak zaman Kerajaan Sunda
purba seperti kerajaan Pajajaran.Upacara ini berawal dari pemuliaan terhadap
Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dalam kepercayaan Sunda kuno.Sistem
kepercayaan masyarakat Sunda kuno dipengaruhi warisan kebudayaan masyarakat
asli Nusantara, yaitu animisme-dinamisme pemujaan arwah karuhun (nenek moyang)
dan kekuatan alam, serta dipengaruhi ajaran Hindu.Masyarakat agraris Sunda kuno
memuliakan kekuatan alam yang memberikan kesuburan tanaman dan ternak, kekuatan
alam ini diwujudkan sebagai Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dan
kesuburan.Pasangannya adalah Kuwera, dewa kemakmuran.Keduanya diwujudkan dalam
Pare Abah (Padi Ayah) dan Pare Ambu (Padi Ibu), melambangkan persatuan
laki-laki dan perempuan sebagai simbol kesuburan dan kebahagiaan keluarga.
Upacara-upacara di Kerajaan Pajajaran ada yang bersifat tahunan dan delapan
tahunan. Upacara yang bersifat tahunan disebut Seren Taun Guru Bumi yang
dilaksanakan di Pakuan Pajajaran dan di tiap wilayah.Upacara besar yang
bersifat delapan tahunan sekali atau sewindu disebut upacara Seren Taun Tutug
Galur atau lazim disebut upacara Kuwera Bakti yang dilaksanakan khusus di Pakuan.
Kegiatan Seren Taun sudah berlangsung pada masa
Pajajaran dan berhenti ketika Pajajaran runtuh.Empat windu kemudian upacara itu
hidup lagi di Sindang Barang, Kuta Batu, dan Cipakancilan.Namun akhirnya
berhenti benar pada 1970-an. Setelah kegiatan ini berhenti selama 36 tahun,
Seren Taun dihidupkan kembali sejak tahun 2006 di Desa Adat Sindang Barang,
Pasir Eurih, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor.Upacara ini disebut upacara
Seren Taun Guru Bumi sebagai upaya membangkitkan jati diri budaya masyarakat
Sunda.
Di Cigugur Kuningan, upacara seren taun yang
diselenggarakan tiap tanggal 22 Rayagung-bulan terakhir pada sistem penanggalan
Sunda, sebagaimana biasadipusatkan di pendopo Paseban Tri Panca Tunggal,
kediaman Pangeran Djatikusumah, yang didirikan tahun 1840. Sebagaimana layaknya
sesembahan musim panen, ornamen gabah serta hasil bumi mendominasi rangkaian
acara.
Masyarakat pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan
tetap menjalankan upacara ini, seperti masyarakat Kanekes, Kasepuhan Banten
Kidul, dan Cigugur.Kini setelah kebanyakan masyarakat Sunda memeluk agama
Islam, di beberapa desa adat Sunda seperti Sindang Barang, ritual Seren Taun
tetap digelar dengan doa-doa Islam.Upacara seren taun bukan sekadar tontonan,
melainkan juga tuntutan tentang bagaimana manusia senantiasa bersyukur kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa, terlebih di kala menghadapi panen.Upacara ini juga
dimaksudkan agar Tuhan memberikan perlindungan di musim tanam mendatang.
Upacara Seren Taun diawali
dengan upacara ngajayak ( Menjemput Padi ), pada tanggal 18 Rayagung yang
dilanjutkan dengan upacara penumbukan padi dan sebagai puncak acaranya pada
tanggal 22 Rayagung. Ngajayak dalam bahasa sunda berarti menerima dan
menyambut, sedangkan bilangan 18 yang dalam bahasa sunda diucapkan “dalapan
welas” berkonotasi welas asih yang artinya cinta kasih serta kemurahan Tuhan
yang telah menganugerahkan segala kehidupan bagi umat-Nya di segenap penjuru
bumi.
Puncak acara Seren Taun berupa penumbukan padi pada
tanggal 22 Rayagung juga memiliki makna tersendiri. Bilangan 22 dimaknai
sebagai rangkaian bilangan 20 dan 2. Padi yang ditumbuk pada puncak acara
sebanyak 22 kwintal dengan pembagian 20 kwintal untuk ditumbuk dan dibagikan
kembali kepada masyarakat dan 2 kwintal digunakan sebagai benih. Bilangan 20
merefleksikan unsur anatomi tubuh manusia. Baik laki-laki ataupun perempuan
memiliki 20 sifat wujud manusia, adalah : 1. getih atau darah, 2. daging, 3.
bulu, 4. kuku, 5. rambut, 6. kulit, 7. urat, 8. polo atau otak, 9. bayah atau
paru, 10. ari atau hati, 11. kalilipa atau limpa, 12. mamaras atau maras, 13.
hamperu ataun empedu, 14. tulang, 15. sumsum, 16. lamad atau lemak, 17.
gegembung atau lambung. 18. peujit atau usus. 19. ginjal dan 20. jantung.
Ke 20 sifat diatas
menyatukan organ dan sel tubuh dengan fungsi yang beraneka ragam, atau dengan
kata lain tubuh atau jasmani dipandang sebagai suatu struktur hidup yang
memiliki proses seperti hukum adikodrati. Hukum adikodrati ini kemudian
menjelma menjadi jirim ( raga ), jisim ( nurani ) dan pengakuan ( aku ). Sedangkan
bilangan 2 mengacu pada pengertian bahwa kehidupan siang dan malam, suka duka,
baik buruk dan sebaginya. Pada saat acara puncak nya, dengan disertai beberapa kesenian tradisional masyarakat agraris
sunda tempo dulu, seperti ronggeng gunung, seni klasik tarawangsa, gending
karesmen, tari bedaya, upacara adat ngareremokeun dari masyarakat kanenes
baduy, goong renteng, tari buyung, angkulung buncis doodog lonjor, reog, kacapi
suling dan lain-lain yang mempunyai makna dan arti tersendiri, khususnya bagi masyarakat
sunda.
3.2
Sinopsis
Istilah
"goong renteng" merupakan perpaduan dari kata "goong" dan
"renteng".Kata ‘goong’ merupakan istilah kuno Sunda yang berarti gamelan,
sedangkan kata ‘renteng’ berkaitan dengan penempatan pencon-pencon kolenang
(bonang)
yang diletakkan secara berderet/berjejer, atau ngarenteng dalam bahasa
Sunda.Jadi, secara harfiah goong renteng adalah goong (pencon) yang
diletakkan/disusun secara berderet (ngarenteng).
Goong renteng adalah salah satu
jenis kesenian tradisional di Kabupaten Kuningan yang memiliki keunikan
tersendiri karena Goong renteng ini manakala sudah dibunyikan mempunyai arti
tesendiri.Dan hanya dibunyikan pada saat-saat menyambut “tamu agung” atau tamu
kehormatan yang memasuki lapangan upacara.
Dalam perkembangannya sekarang ini,
Goong renteng sewaktu-waktu tampil memeriahkan acara karnaval atau pawai
alegoris pada peringatan hari besar nasional, acara hajatan, pesta dan
keramaian lainnya sekaligus mengiringi kepergian tamu yang meninggalkan tempat
acara.Khususnya dalam acara satonan, Goong renteng sangat diperlukan.
Goong renteng mirip
dengan gamelan degung. Yang membedakan adalah dalam hal usia, goong renteng
dianggap lebih tua keberadaannya daripada degung. Sehingga menimbulkan pendapat
bahwa gamelan degung merupakan pengembangan dari goong renteng.Mungkin karena
ketuaannya, pada umumnya goong renteng sekarang dianggap sebagai gamelan
keramat, sehingga pemeliharaannya diperlakukan khusus secara adat. Kelengkapan
waditra gamelan renteng tidak sama di setiap tempat, demikian pula
lagu-lagunya.
Instrumen Goong Renteng biasanya menyajikan
lagu-lagu tradisi, seperti lagu Kebojiro/Papalayon sebagai penghormatan kepada
tamu yang akan datang dan pada saat pulang, di susul kemudian lagu pangkur Bale
Bandung Besar, Bale Bandung Kecil, Sisir Ganda, Malang Totog, Sampyong, Tunggul
Kawung, Randa Nunut, Rindik Subang, Panglima dan lagu ciptaan sekarang yang
bisa disesuaikan.
Gamelan itu sampai sekarang sempat
dipegang oleh lima turunan yakni, Abah Raksajaya, kemudian turun kepada
putranya Bangsajaya, terus kepada kakek Markis Raksajaya, kemudian kepada
Jayaperwata dan kepada Raksapura. Gamelan kuno ini sejak dulu disebut goong
renteng, sebab ada perbedaan dengan pemasangan gamelan yang biasa, yaitu
pemasangan rancaknya harus “direntengkan”, itulah sebabnya gamelan kuno yang
satu ini disebut goong renteg.
Pola pengaturan
atau manajemenisasi untuk kesenian goong renteng atau kesenian lain harus lebih
dilakukan secara jelas dan memiliki kontinuitas agar kesenian ini terjaga
eksistensinya sampai kapanpun. Saya anggap goong renteng masih memiliki nilai
jual yang masih sangat tinggi. Mungkin selain kesenian ini masih banyak jenis
kesenian lain yang kurang diperhatikan. Proses sosialisasi dan revitalisasi
untuk kesenian ini harus dilakukan. Kita sebagai orang sunda seharusnya bangga
karena kita masih mempunyai aset budaya yang masih amat luhur.Peran birokrasi
amat sangat dibutuhkan. Baik pemerintah provinsi, kota, sampai tingkat terkecil
pun harus turut berperan dalam usaha pelestarian kesenian ini. Disamping itu,
pemerintah juga bertugas untuk mempermanis kesenian ini sehingga dapat memiliki
nilai jual yang bertujuan untuk memperbaiki kelangsungan si pelaku kesenian
itu.Karena pada hakikatnya perkembangan sektor wisata dapat dikatakan berhasil
apabila membawa kemajuan selain untuk perekonomian negara, juga untuk
kelangsungan kesenian tersebut serta pelaku kesenian tersebut.Amat sangat
disayangkan apabila kesenian ini hilang atau punah karena luput dari perhatian
masyarakat sunda pada khususnya.Ironis apabila sebuah aset budaya yang bersifat
kearifan lokal yang harus lenyap tanpa bekas.
3.3
Alat Musik Yang Digunakan
Menurut keterangan, Gamelan Kuno
yang kini di kenal dengan ” Goong Renteng” teryata usianya sudah 2 abad atau
200 tahun. Pemilik gamelan ini adalah Abah Raksajaya penduduk Kelurahan
Sukamulya Kecamatan Cigugur.Gamelan ini dibelinya pada tahun 1792 dari Buyut
Anjun Pangeran Pagongan di Cirebon.Gamelannya terbuat dari bahan perunggu
terdiri dari 33 buah goong kecil (kelenong), 2 buah goong besar dilengkapi
gambang dan dua buah kendang.
3.4
Tata Cara
Dalam
upaya melestarikan kesenian Goong Renteng dan berdasarkan adat turun temurun,
sebelum bulan Mulud, Goong Renteng itu harus “mandi” artinya dicuci agar tetap
bersih, lalu diadakan selamatan sambil menabuhnya. Tradisi lainnya yang biasa
dipakai yaitu setiap tanggal 1 Syawal dan 10 Rayagung harus
dibunyikan.Sedangkan larangan “karuhun” yang harus dijaga oleh keturunannya
yakni tidak boleh menjual Gamelan Goong Renteng itu kepada siapapun.Hasilnya
hingga saat ini Gamelan Goong Renteng masih tetap utuh meskipun keadaannya
sudah kurang memadai.
Goong
renteng dibunyikan pada awal upacara berlangsung, guna menyambut tamu agung
atau tamu kehormatan, seperti halnya pada upacara seren taun.Biasanya goong
renteng disimpan atau dimainkan pada panggung yang tinggi dan letaknya pun
dekat dengan pintu masuk atau gerbang utama para tamu masuk.
Goong
renteng dimainkan oleh para bapak-bapak atau yang memang usianya sudah tua,
dikarenakan para pemainnya pun tidak gonta ganti dan sembarang orang dapat
memainkannya.
3.5
Tata Busana
Busana yang
dipergunakan pada saat pementasan goong renteng ini cukup sederhana,
bapak-bapak yang memainkan goong renteng ini hanya cukup mengenakan jas khusus
berwarna biru muda dengan lengan panjang, namun ada juga yang mempergunakan
pakaian serba hitam dengan menggunakan pengikat kepala bermotif batik.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Istilah "goongrenteng" merupakanperpaduandari kata
"goong" dan "renteng".Kata ‘goong’ merupakanistilahkunoSunda yang berartigamelan, sedangkan kata ‘renteng’ berkaitandenganpenempatanpencon-penconkolenang
(bonang) yang diletakkansecaraberderet/berjejer, ataungarentengdalambahasaSunda.Jadi,
secaraharfiahgoongrentengadalahgoong (pencon) yang
diletakkan/disusunsecaraberderet (ngarenteng).
InstrumenGoongRentengbiasanyamenyajikanlagu-lagutradisi,
sepertilaguKebojiro/Papalayonsebagaipenghormatankepadatamu yang akandatangdanpadasaatpulang,
di susulkemudianlagupangkur Bale Bandung Besar, Bale Bandung Kecil, SisirGanda,
Malang Totog, Sampyong, TunggulKawung, RandaNunut, RindikSubang,
Panglimadanlaguciptaansekarang yang bisadisesuaikan.
Gamelan Kuno yang kini di kenaldengan ”GoongRenteng”
teryatausianyasudah 2 abadatau 200 tahun. Pemilik gamelan
iniadalahAbahRaksajayapendudukKelurahanSukamulyaKecamatanCigugur.
DalamupayamelestarikankesenianGoongRentengdanberdasarkanadatturuntemurun,
sebelumbulanMulud, GoongRentengituharus “mandi” artinyadicuci agar tetapbersih,
laludiadakanselamatansambilmenabuhnya. Tradisilainnya yang
biasadipakaiyaitusetiaptanggal 1 Syawaldan 10
Rayagungharusdibunyikan.Sedangkanlarangan “karuhun” yang
harusdijagaolehketurunannyayaknitidakbolehmenjual Gamelan
GoongRentengitukepadasiapapun.
Goongrentengdibunyikanpadaawalupacaraberlangsung,
gunamenyambuttamuagungatautamukehormatan, sepertihalnyapadaupacaraserentaun.
3.2
Saran
Budayadaerahmerupakanfaktorutamaberdirinyakebudayaannasional,
makasegalasesuatu yang
terjadipadabudayadaerahakansangatmempengaruhibudayanasional. Atasdasaritulah,
kitasemuamempunyaikewajibanuntukmenjaga,
memeliharadanmelestarikanbudayabaikbudayalokalataubudayadaerahmaupunbudayanasional,
karenabudayamerupakanbagiandarikepribadianbangsa.
LAMPIRAN

Gambar 01.BapakAryasebagainarasumber

Gambar
02.GoongRentengBesar

Gambar.03

Gambar.
04

Gambar.
05
Gambar.
03. 04. 05 merupakangoongrentengkecil

Gambar.
06 Kendang

Gambar. 07
Gambang

Gambar.
08

Gambar.
09
Gambar.
08 dan 09, saatpagelaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar