Sabtu, 05 Desember 2015

PENGANTAR FILSAFAT PENDIDIKAN



RESUME

Pengantar
FILSAFAT
PENDIDIKAN
Tatang Syaripudin dan Kurniasih



Nama    :
Nurrul Prima Wistri
NIM      :
124223033



SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) Muhammadiyah Kuningan
Tahun Akademik 2012 - 2013
Jl.Raya Cigugur No.28 Telp. (0232) 874085 Fax. (0232) 871281 kuningan 45511
Website : www.umku.ac.id





BAB I
PENGERTIAN FILSAFAT
A.    Definisi Filsafat
1.      Definisi Filsafat secara Etimologi
Istilah filsafat (Inggris: philosophy; Arab: falsafah) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani Kuno, yaitu phielein atau philos yang berarti cinta atau sahabat, dan Sophia atau sophos yang berarti kebijaksanaan. Istilah philosphia dalam bahasa Indonesia identik dengan istilah filsafat, maka untuk orangnya,  yaitu orang mencintai kebijaksanaan disebut filsuf.
2.      Definisi Filsafat secara Operasional
Salah satu perbuatan Filsuf dalam mewujudkan cintanya kepada kebijaksanaan adalah berpikir atau berfilsafat untuk memperoleh kebenaran. Filsafat didefinisikan suatu proses berpikir reflektif sistematis dan kritis kontemplatif untuk menghasilkan sistem pikiran atau sistem teori tentang hakikat segala sesuatu secara komprehensif.
3.      Definisi Filsafat secara Leksikal
Sikap hidup atau pandangan hidup itu dimiliki melalui pengalaman yang relatif tidak didasari secara rasional dan diperoleh tidak dengan cara-cara berfilsafat.

B.     Karakteristik Filsafat
1.      Karakteristik Objek Studi Filsafat
a.       Objek Material Filsafat
Adalah segala sesuatu yang ada, objek material filsafat tersebut meliputi:
1)      Segala sesuatu yang ada yang telah diciptakan Tuhan, seperti: alam, manusia, nilai, dll.
2)      Segala sesuatu yang ada sebagai hasil kreasi manusia, seperti: politik, ekonomi, hukum, dst.
b.      Objek Formal Filsafat
Redja Mudyahardjo (1995) mengemukakan tiga karakteristik objek formal filsafat, yaitu:
1)      Spekulatif, bahwa permasalahan filsafat yang diajukan para filsuf mengandung pertanyaan-pertanyaan yang melampauai segala apa yang tampak atau mengenai hakikat segala sesuatu.
2)      Universal-abadi, bahwa apa yang dipermasalahkan oleh para filsuf sejak zaman dulu selalu dipermasalahkan juga oleh para filsuf dimasa yang akan datang.
3)      Terbuka, bahwa pertanyaan filsafati yang diajukan oleh para filsuf selalu memunculkan pertanyaan-pertanyaan berikutnya yang saling berkaitan.

2.      Karakteristik Proses Berfikir Filsafati
Pertama, proses berfilsafat dimulai dengan ketakjuban/ketidakpuasan/ keraguan, dan hasrat bertanya yang muncul pada diri seseorang filsuf terhadap sesuatu objek yang dialaminya.
Kedua, permasalahan yang dihadapi seseorang filsuf selanjutnya dipikirkan oleh filsuf yang bersangkutan melalui prosedur berpikir tertentu dalam rangka mencari jawabannya.
Ketiga, bersifat kontemplatif, artinya berpikir untuk mengungkapkan hakikat dari segala sesuatu yang dipikirkan.
Keempat, berpikir secara sinoptik, artinya berpikir dengan pola yang bersifat merangkum keseluruhan tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipertanyakan.
Kelima, bersifat subjektif, maksudnya bahwa pengalaman yang telah dimiliki seorang filsuf turut mempengaruhi pemikiran dalam rangka mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi.
3.      Karakteristik Hasil Berfilsafat
Karakteristik atau sifat-sifat yang membedakannya dari jenis-jenis pengetahuan yang lain adalah sebagai berikut:
Pertama, sebagai hasil berpikir bersifat normatif atau preskriptif, artinya sistem teori/sistem gagasan filsafat selalu menunjukkan/menjelaskan tentang apa yang dicita-citakan.
Kedua, hasil berpikir bersifat individualistik-unik artinya bahwa sistem teori/sistem pikirana filsafat yang dikemukakan filsuf tertentu akan berbeda dengan sistem gagasan filsafat yang dikemukakan filsuf lainnya.
Ketiga, Sistem teori atau sistem pikiran sebagai hasil berfilsafat disajikan para filsuf secara tematik sistematis dalam bentuk naratif (uraian lisan/tertulis) atau profetik(dialog/Tanya jawab lisan/tertulis).
4.      Karakteristik Kebenaran Filsafat
Suatu sistem teori atau sistem pikiran filsafat adalah benar bagi filsuf yang bersangkutan atau bagi para penganutnya masing-masing; antara sistem teori filsafat yang satu dengan sistem teori filsafat yang lainnya tidak dapat saling menjatuhkan mengenai kebenarannya.

C.    Perbandingan Filsafat, Ilmu (Sains), Seni dan Agama
1.      Pebandingan Filsafat dengan Ilmu (Sains)
Filsafat dengan ilmu (sains) memiliki persamaan dalam hal cara berpikirnya, yaitu sama-sama bersifat kritis. Adapun perbedaannya, filsafat memiliki karakteristik sebagai berikut; menguji asumsi, objek studinya komprehensif mendasar, proses berpikirnya bersifat kontemplatif/spekulatif/radikal, sinoptik, normative atau preskripstif, dan bahwa kebenarannya bersifat subjektif paralelistik. Sebaliknya, ilmu (sains) bertolak belakang dari asumsi, objek studinya spesifik, proses berpikirnya deduktif-induktif atau induktif, analitik, dan deskriptif, dan bahwa kebenarannya bersifat objektif-verifikatif.
2.      Perbandingan Filsafat dengan Seni
Filsafat maupun seni kedua-duanya merupakan hasil kreasi insani, dan hasil kreasi yang bersifat individualistik, subjektif dan unik. Adapun perbedaannya antara lain bahwa:
1)      Filsafat merupakan sistem pikiran, sedangkan seni merupakan sistem pengungkapan cita rasa.
2)      Sifat isi kreasi filsafat merupakan sistem pikiran yang komprehensif mendasar dan interpretatif normatif. Sedangkan sifat isi kreasi seni merupakan sistem pengungkapan cita rasa yang bersifat khusus, interpretatif estetis dan inspiratif spontan.
3)      Cara penyusunan kreasi filsafat adalah melalui berpikir reflektif sistematis dan kritis kontemplatif. Sedangkan cara penyusunan kreasi seni adalah melalui penghayatan estetis yang diungkapkan melalui bentuk tertentu.
4)      Penyajian; filsafat disajikan dalam bentuk naratif atau profetik yang mungkin pula dalam bentuk seni tertentu semacam drama atau puisi. Sedangkan seni disajikan dalam bentuk sastera, drama, puisi, lukisan, bangunan, patung, musik, lagu,dsb.

3.      Perbandingan Filsafat dengan Agama
Persamaan antara keduanya adalah sama-sama mengurus masalah kebenaran, serta masalah nilai baik dan jahat, dan memiliki karakteristik normatif atau preskriptif. Perbedaan antara filsafat dan agama antara lain:
1)      Filsafat dimulai dengan ketakjuban, keraguan, atau ketidakpuasan dan hasrat bertanya. Sedangkan agama dimulai dengan keimanan atau percaya,
2)      Filsafat merupakan hasil berpikir reflektif sistematis dan kritis kontemplatif. Sedangkan agama didapat melalui wahyu yang disampaikan Tuhan melalui RasulNya.
3)      Sifat kebenaran adalah subjektif paralelistik, sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak.

D.    Cabang dan Aliran Filsafat
1.      Cabang-cabang Filsafat
Berdasarkan objek yang dipelajarinya filsafat diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu: filsafat Umum atau filsafat murni (cabang-cabang filsafat yang objek studinya mengenai segala sesuatu yang ada, yang telah tergelar didunia atau yang telah diciptakan Tuhan) dan filsafat Khusus atau filsafat terapan (cabang-cabang filsafat yang objek studinya mengenai segala sesuatu sebagai hasil kreasi manusia. Adapun cabang-cabang filsafat antara lain:
a)      Metafisika, adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyeluruh (komprehensif).
b)      Ontology, adalah cabang filsafat (metafisika umum) yang mempelajari tentang hakikat ada-nya segala sesuatu yang ada secara komprehensif.
c)      Kosmologi, adalah cabang filsafat (bagiann metafisika khusus) yang mempelajari tentang hakikat alam termasuk segala isinya, kecuali manusia.
d)     Teologi, adalah cabang filsafat (bagian dari metafisika khusus) yang mempelajari tentang kebenaran Tuhan.
e)      Antropologi, adalah cabang filsafat (bagian metafisika khusu) yang mempelajari tentang hakikat manusia.
f)       Epistemologi, adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang hakikat pengetahuan.
g)      Logika, adalah cabang fillsafat yang mempelajari tentang asas-asas, aturan-aturan, prosedur dan kriteria penalaran (berpikir) yang benar.

2.      Aliran Filsafat
Proses berpikir para filsuf yang bersifat kontemplatif dan subjektif telah menghasilkan sistem teori atau sistem pikiran yang bersifat individualistik-unik.

E.     Kesalahpahaman, Peran dan Manfaat Filsafat
1.      Kesalahpahaman terhadap Filsafat
Beberapa pendapat yang ada dikalangan masyarakat yang menunjukkan kesalahpahaman terhadap filsafat:
·         Filsafat merupakan sesuatu yang serba rahasia, mistis dan aneh.
·         Filsafat sebagai sesuatu yang sudah dipelajari.
·         Filsafat itu berbahaya, tak perlu dipelajari karena pikiran orang yang belajar filsafat bisanya aneh-aneh, tidak sama dengan pikiran masyarakat pada umumnya.
·         Filsafat tidak berguna lagi.
·         Filsafat tidak bermakna, tidak memberikan petunjuk teknis mengenai kahidupan.

2.      Peranan Filsafat
Tiga peran utamanya dalam sejarah pemikiran manusia, yaitu sebagai pendobrak tradisi dan kebiasaan, pembebas dari kebodohan, dan pembimbing untuk berpikir rasional.
3.      Manfaat Filsafat
a.       Manfaat Filsafat bagi Perkembangan Ilmu (Sains)
Pertama, objek yang dipelajari filsafat tidak terbatas seperti terbatasnya objek yang dipelajari oleh ilmu.
Kedua, Ilmu (ilmuwan) umumnya tidak mempersoalkan nilai kegunaan dari ilmu yang dikembangkannya (ilmu untuk ilmu, ilmu bebas nilai).
Ketiga, filsafat mengkaji segala sesuatu secara komprehensif, maka filsafat mempunyai manfaat sebagai penghubung dan pengintegrasi antara disiplin ilmu yang terkotak-kotak.
b.      Manfaat Filsafat bagi Kehidupan Praktis
·         Filsafat memberikan konsep-konsep dasar dan menunjukkan arah tujuan.
·         Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan tindakan praktis.
·         Filsafat mengembangkan sikap kritis dan kemandirian intelektual.
·         Filsafat mengembangkan sikap toleransi.
BAB II
FILSAFAT  PENDIDKAN
A.    Pengertian Filsafat Pendidikan
1.      Filsafat Pendidikan sebagai Filsafat atau Filsafat Terapan
Dikatakan filsafat terapan, sebab filsafat pendidikan pada dasarnya merupakan aplikasi filsafat umum dalam rangka memecahkan berbagai permasalahan tentang hakikat pendidikan.
2.      Filsafat Pendidikan sebagai Proses dan Hasil Berpikir
Filsafat pendidikan adalah sekelompok teori atau sistem pikiran tentang hakikat pendidikan, yang dihasilkan melalui berpikir reflektif sistematis dan kritis kontemplatif.

B.     Karakteristik Filsafat Pendidikan
1.      Karakteristik Objek Studi Filsafat Pendidikan
Objek material studi filsafat pendidikan adalah pendidikan. Objek formal studi filsafat pendidikan adalah keseluruhan permasalahan mengenai pendidikan bersifat mendasar, bahwa pertanyaan/permasalahn filsafat pendidikan pun memiliki sifat spekulatif, abadi, dan terbuka.
2.      Karakteristik Tujuan Filsafat Pendidikan
Menurut Edward J Power (1982), tujuan filsafat pendidikan terdiri dari empat jenis, yaitu:
1)      Bersifat inspirational, untuk mengekspresikan tentang pendidikan yang ideal atau pendidikan yang dicita-citakan.
2)      Bersifat analytical, untuk menemukan dan menginterpretasi makna perkata atau yulisan mengenai konsep pendidikan dan praktek pendidika.
3)       Bersifat prescriptive, untuk memberikan kejelasan dan arah yang tepat bagi praktek pendidikan dengan suatu komitmen untuk mengimplementasikannya.
4)      Bersifat investigations dan inquiry, adalah untuk menyelidiki kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek pendidikan untuk merekonstruksikannya kembali.

3.      Karakteristik Proses Studi Filsafat Pendidikan
Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut:
Pertama, proses berfilsafat dimulai dengan ketakjuban/ketidakpuasan/keraguan, dan hasrat bertanya pada diri seseorang filsuf terhadap sesuatu objek yang dialaminya tentang pendidikan.
Kedua, permasalahan/pertanyaan tentang pendidikan yang dihadapi seseorang filsuf selanjutnya dipikirkan melalui prosedur berpikir tertentu dalam rangka mencari jawaban.
Ketiga, berpikir filsafati bersifat kontemplatif, artinya berpikir untuk mengungkapkan hakikat dari segala sesuatu tentang pendidikan yang dipikirkan.
Keempat, bahwa dalam rangka mengungkap hakikat segala sesuatu tentang pendidikan yang dipertanyakan itu, para filsuf berpikir secara sinoptik.
Kelima, bahwa dalam rangka berpikir para filsuf melibatkan seluruh pengalaman insaninya, sehingga pemikiran mereka itu bersifat subjektif.
4.      Karakteristik Hasil Studi Filsafat Pendidikan
Adapun karakteristik atau sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:
Pertama, Filsafat pendidikan sebagai suatu hasil berpikir bersifat normatif atau prespektif, artinya sistem gagasan filsafat selalu menunjukkan atau menjelaskan apa yang dicita-citakan.
Kedua, hasil berpikir bersifat individualistik-unik artinya sistem teori/sistem pikiran filsafat pendidikan yang dikemukakan filsuf tertentu akan berbeda dengan sistem gagasan filsafat pendidikan yang dikemukakan filsuf lainnya.
Ketiga, sebagai hasil berfilsafat disajikan para filsuf secara tematik sistematis dalam bentuk naratif (uraian lisan/tertulis) dan profektif (dialog/Tanya jawab lisan/tertulis).
Keempat, hasil berpikir filsafat umum dalam rangka memecahkan masalah-masalah pendidikan.
5.      Karakteristik Kebenaran Filsafat Pendidikan
Kebenaran filsafat pendidikan bersifat subjektif-paralelistik, bahwa suatu sistem teori atau sistem pikiran filsafat pendidikan adalah benar bagi filsuf yang bersangkutan atau bagi para penganutnya masing-masing.

C.    Fungsi Filsafat Pendidikan
Beberapa fungsi filsafat pendidikan, adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan wawasan yang bersifat komprehensif mengenai hakikat pendidikan.
2.      Menjadi asumsi bagi praktek pendidikan.
3.      Memberikan kemana pendidikan seharusnya diarahkan,dirumuskan dalam tujuan pendidikan.
4.      Membangun sikap kritis dan kemandirian intelektual ditengah-tengah teori pendidikan dan praktek pendidikan yang ada atau sedang berlangsung.


BAB III
FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME
Idealisme adalah sistem filsafat yang menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul) atau jiwa (spirit) daripada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material.
A.    Konsep Filsafat Umum Idealisme
1.      Metafisika
Hakikat Realitas: Bersifat spiritual atau ideal. Bagi penganut idealisme, realitas diturunkan dari suatu substansi fundamental, yang sifatnya nonmaterial, yaitu pikiran/spirit/roh.
Hakikat Manusia. Bersifat spiritual/kejiwaan. Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian jiwa, yaitu: nous (akal,fikiran) yang merupakan bagian rasional, thumos (semangat atau keberanian), dan epithumia (keinginan, kebutuhan atau nafsu).
2.      Epistemologi
Proses mengetahui terjadi dalam pikiran, manusia memperoleh pengetahuan melalui berpikir dan melalui intuisi. Kebenaran hanya didapat oleh orang-orang tertentu yang memiliki pikiran yang baik saja, sedangkan kebanyakan orang hanya sampai pada tingkat pendapat.
3.      Aksiologi
Bahwa nilai-nilai bersifat abadi. Menurut penganut idealisme Theistik nilai-nilai abadi berada pada Tuhan. Nilai-nilai absolut dan tidak berubah (abadi), sebab nilai-nilai merupakan bagian dari aturan-aturan yang sudah ditentukan alam (Callahan and Clark, 1983).

B.     Implikasi terhadap Pendidikan
1.      Tujuan Pendidikan
Bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Sekolah hendaknya mengutamakan aktifitas-aktifitas intelektual, pertimbangan-perimbangan moral, pertimbangan estetis, realitas diri, kebebasan, tanggung jawab, dan pengendalian diri demi mencapi perkembangan pikiran dan diri pribadi.
2.      Kurikulum Pendidikan
Berisikan pendidikan liberal (untuk pengembangan kemampuan rasional dan moral) dan pendidikan vokasional/praktis(pengembangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan).
3.      Metode Pendidikan
Metode mengajar hendaknya mendorong siswa memperluas cakrawala; mendorong berpikir reflektif; mendorong pilihan-pilihan moral pribadi; memberikan keterampilan berpikir logis; memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah moral dan sosial; dan meningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran.
4.      Peran Guru dan Siswa
Guru harus unggul dalam pengetahuan dan memahami kebutuhan-kebutuhan serta kemampuan-kemampuan para siswa. Adapun siswa beperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya (Edward J. Power, 1982).


BAB IV
FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME
Merupakan aliran filsafat yang memiliki sistem pikiran bertentangan dengan sistem pikiran idealisme. Realisme adalah aliran filsafat yang berkeyakinan bahwa objek indera kita adalah riil atau sungguh-sungguh nyata adanya.
A.    Konsep Filsafat Umum
1.      Metafisika
Hakikat Realitas. Menurut para filsuf Realisme bahwa dunia terbuat dari sesuatu yang nyata, substansial dan material yang hadir dengan sendirinya (entity).
Hakikat Manusia. Manusia adalah bagian dari alam, pikiran (jiwa) adalah suatu organisme yang sangat rumit yang mampu berpikir.
2.      Epistemologi
Pengetahuan diperoleh manusia bersumber dari pengalaman dirinya. Para filsuf Realisme menganut prinsip independensi yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia tentang realitas tidak dapat mengubah substansi atau esensi realitas. Realitas bersifat material dan nyata.
3.      Aksiologi
Menurut Edward J. Power (1982), bahwa tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam, dan pada tingkat yang lebih rendah diuji melalui konvensi atau kebiasaan, dan adat istiadat didalam masyarakat.

B.     Implikasi terhadap Pendidikan
1.      Tujuan Pendidikan
Bertujuan agar para siswa dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia serta mampu melaksanakan tanggung jawab sosial.
2.      Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan sebaiknya meliputi: (1) sains/ilmu pengetahuan alam dan matematika, (2) Ilmu kemanusiaan dan ilmu sosial, serta (3) nilai-nilai. Kurikulum yang baik diorganisasi menurut mata pelajaran dan berpusat pada materi pelajaran.
3.      Metode Pendidikan
Metode penyajian hendaknya bersifat logis dan psikologis. Pembiasaan merupakan metode utama yang diterima oleh para filsuf Realisme yang merupakan penganut Behaviorisme.
4.      Peran Guru dan Siswa
Guru adalah pengelola kegiatan belajar-belajar di dalam kelas; penentu materi pelajaran; guru harus menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata pelajaran, dan membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang kongkrit untuk dialami siswa.
Siswa berperan untuk menguasai pengetahuan yang diandalkan; siswa harus taat pada aturan dan berdisiplin, sebab aturan yang baik sangat diperlukan untuk belajar, disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk berbagi tingkatan keutamaan.


BAB V
FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME
Pragmatisme merupakan reaksi atau kritik terhadap filsafat yang telah berkembang sebelumnya, seperti Idealisme, Realisme, Rasionalisme, dll.
A.    Konsep Filsafat Umum
1.      Metafisika
Hakikat Realitas. Adalah segala sesuatu yang dialami manusia (pengalaman); bersifat plural (pluralistic); dan terus menerus berubah.
Hakikat manusia. Manusia tidak terpisah dari realitas pada umumnya, sebab manusia adalah bagian daripadanya dan terus menerus bersamanya.
2.      Epistemologi
Para filsuf Pragmatisme menolak dualisme antara subjek (manusia) yang mempresepsi dengan objek yang dipresepsi. Manusia adalah kedua-duanya dalam dunia yang dipresepsinya dan dari dunia ia presepsi.
3.      Aksiologi
Menurut paham Pragmatisme, nilai hakikatnya diturunkan dari kondisi manusia. Nilai tidak bersifat ekslusif, tidak berdiri sendiri, melainkan ada dalam suatu proses, yaitu dalam tindakan/perbuatan manusia itu sendiri.

B.     Implikasi terhadap Pendidikan
1.      Tujuan Pendidikan
Tujuan-tujuan pendidikan meliputi:
·         Kesehatan yang baik.
·         Keterampilan-keterampilan kejutuan (pekerjaan).
·         Minat-minat dan hobi-hobi untuk kehidupan yang menyenangkan.
·         Persiapan untuk menjadi orang tua.
·         Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial.

2.      Kurikulum Pendidikan
Pendidikan harus dilaksanakan untuk memelihara demokrasi. Sebab hakikat demokrasi adalah dinamika dan perubahan sebagai hasil rekonstruksi pengalaman yang terus berlangsung.
3.      Metode pendidikan
Pragmatism mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah serta metode penyelidikan dan penemuan.
4.      Peran Guru dan Siswa
Edward J. Power (1982) menyimpulkan bahwa siswa merupakan organisme yang rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa.


BAB VI
FILSAFAT PENDIDIKAN SCHOLASTISISME
A.    Konsep Filsafat Umum
1.      Metafisika
Hakikat realitas. Bahwa alam semesta(universe) atau realitas adalah ciptaan Tuhan. Scholastisisme menganut prinsip hylemorphe sebagaimana diajarkan Aristoteles (hyle berarti materi, morphe berarti bentuk).
Hakikat Manusia. Manusia merupakan kesatuan badan-jiwa. Karena hubungan antara badan dan jiwa sebagai bentuk dan materi atau sebagai aktus dan potensi, maka jiwa bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri seperti dalam ajaran Plato.
2.      Epistemologi
Scholastisisme mengakui adanya dua jenis pengetahuan, yatu pengetahuan yang berpangkal pada akal yang terang serta memiliki hal-hal yang bersifat insane, dan pengetahuan iman yang berpangkal pada wahyu dan memiliki kebenaran ilahi, yang ada dalam Kitab Suci.
3.      Aksiologi
Bagi penganut Scholastisisme pengetahuan nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolute, universal dan abadi didalam kebudayaan masa lampau dipandang sebagai kebudayaan ideal.

B.     Implikasi terhadap Pendidikan
1.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan hendaknya tidak hanya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan mengembangkan kemampuan fisikal saja, melainkan untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki manusia agar dapat hidup selamat di dunia maupun di akhirat.

2.      Kurikulum Pendidikan
Dalam konteks ini, isi pendidikan meliputi pendidikan liberal yang mencakup pengembangan mata pelajaran fundamental yang berkenaan dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan kemampuan-kemampuan intelektual.
3.      Metode Pendidikan
Mengutamakan metode latihan formal (formal driil) dalam rangka mendisiplinkan pikiran. Dalam rangka persiapan jiwa, yaitu untuk memperkuat keimanan dan kemauan berbuat kebijakan,penganut Scholastisisme mengutamakan metode Katekismus (Catechism),yaitu metode Tanya jawab sebagaimana disajikan dalam kitab atau buku pelajaran agam Kristen.
4.      Peranan Guru dan Siswa
Guru mempuyai wewenang untuk mengatur kelas (pengelolaan kelas berpusat pada guru); dalam hal ini struktur pelajaran yang dirancang guru hendaknya disarahkan untuk membantu pengembangan pengetahuan, keterampilan berpikir, dan untuk berbuat kebijakan.
Orientasi pendidikan Scholastisisme adalah Perennialisme, karena menekankan pengetahuan dan nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal, absolute, menetap atau abadi, serta prinsipnya yang religious (agama oriented).


BAB VII
FILSAFAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME
Istilah eksistensi berasal dari kata eks yang berarti ke luar, dan kata sistensi yang ditunkan dari kata sisto, yang berarti berdiri atau menempatkan. Eksistensi berarti: manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya sendiri (Harun hadiwidjo, 1992).
A.    Filsafat Umum Eksistensialisme
1.      Metafisika
Para filsuf Eksistensialisme mengakui adanya realitas yang bersifat fisik atau realitas yang bersifat material, sedangkan realitas spiritual (Tuhan) diakui keberadaannya oleh para filsuf Eksistensialisme yang religious(theistik). Sebaliknya, realitas spiritual (Tuhan) tidak diakui keberadaannya oleh filsuf Eksistensialisme yang atheis.
2.      Epistemologi
Manusia mengetahui hanya melalui pengalaman. Pengalaman bagi filsuf Eksistensialisme adalah pengalaman yang terhayati oleh individu sebagai subjek atau pribadi.
3.      Aksiologi
Setiap nilai ditentukan oleh kebebasan memilih setiap pribadi perseorangan. Eksistensi-manusia adalah nilai dasar bagi setiap pribadi. Nilai-nilai adalah penting untuk setiap individu, namun relative untuk keadaan setiap individu.

B.     Implikasi terhadap Pendidikan
1.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Eksistensialisme adalah agar siswa memperoleh pengalaman hidup yang luas dan komprehensif dalam segala bentuknya sehingga dengan kebebasannya ia mampu mewujudkan diri pribadinya sebagai manusia.
2.      Kurikulum Pendidikan
Kurikulum ideal bagi filsuf Eksistensialisme akan mengutamakan:
1)      Suatu kurikulum aktivitas.
2)      Minat peserta didik sebagai dasar perencanaan aktivitas.
3)      Kebebasan yang penuh dari peserta didik untuk belajar secara individual maupun secara kelompok.
4)      Kurikulum yang didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan yang dekat.
5)      Mengakui perbedaan-perbedaan pengalaman individual pserta didik.

3.      Metode Pendidikan
Dilaksanakan dengan teknik-teknik pembelajaran nondirective. Karena itu, kepastian dan rincian pelajaran yang direncanakan (direkayasa secara ketat) tidaklah penting. Alasannya, rencana pembelajaran yang sudah disusun atau direkayasa secara ketat menjadi pemaksaan minat dan nilai-nila orang dewasa (pendidik) terhadap peserta didik.
4.      Peranan Pendidik dan Peserta Didik
Guru berperan untuk melindungi dan menjaga kebebasan akademik, dimana guru pada hari ini, mungkin menjadi siswa pada esok hari; sedangkan siswa merupakan makhluk rasional yang dengan kebebasannya berperan untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sesuai dengan pemenuhan tujuan personal (Edward J. Power, 1982).


BAB VIII
PROGRESIVISME
A.    Latar Belakang
Progresivisme menentang dan menolak formalisme yang berlebihan dan membosankan dari praktek-praktek sekolah atau pendidikan yang tradisional. Progresivisme anti terhadap otoritarianisme dan absulotisme dalam berbagai bidang kehidupan.
B.     Filsafat Pendukung/Yang Melandasi
Progresivisme didukung atau dilandasi oleh filsafat Pragmatisme dari John Dewey (1859-1952). Merupakan orang yang paling dikenal mempengaruhi dan berperan dalam rangka pendirian serta perkembangan Progresivisme.
C.    Pandangan Filsafat Umum yang Melandasi
1.      Pandangan Ontologi
Evolusionistis dan Pluralistis. Progresivisme bersifat anti metafisika. Progresivisme memandang eksistensi alam atau dunia dari sudut prosesnya.
Manusia. Progresivisme memandang manusia sebagai subjek yang bebas dan memiliki potensi intelegensi (akal dan kecerdasan).
Pengalaman sebagai realitas. Pengalaman ialah suatu realita yang telah meresap dan membina pribadi. Realitas pada hakikatnya terus berubah, hidup itu pun selalu berubah.
Pengalaman dan Pikiran. Manusia memiliki fungsi-fungsi jiwa yang dikenal sebagai pikiran (mindi), sehingga ia mempunyai berbagai potensi intelegensi.
2.      Pandangan Epistemologi
Sumber pengetahuan. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dimana manusia kontak langsung dengan segala realitas dalam lingkungan hidupnya; atau melalui pengalaman secara tidak langsung.
Sifat Pengetahuan; relative dan berubah. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman tentang fenomena, karena fenomena realitas hakikatnya adalah berubah, maka pengetahuan dan kebenaran pengetahuan pun akan berubah, dan berarti bersifat relatif.
3.      Pandangan Aksiologi
Sumber nilai: kondisi riil manusia/pengalaman. Hakikat nilai (etika) secara empiris, yaitu berdasarkan pengalaman atau kondisi riil manusia.
Sifat nilai: berada dalam proses, relative, kondisional, memiliki kualitas sosial dan individual, serta dinamis.
Kriteria nilai: berguna adalah baik. Sesuatu dikatakan baik apabila berguna dalam praktek hidup dan kehidupan, adapun sesuatu dikatakan berguna jika bermakna untuk kehidupan yang intelligent, yaitu hidup yang sukses, produktif dan bahagia.
Demokrasi sebagai Nilai. Memandang demokrasi sebagai nilai ideal yang wajib dilaksanakan dalam semua bidang kehidupan. Demokrasi adalah nilai individual dan nilai sosial.

D.    Konsep tetang Pendidikan
1.      Definisi Pendidikan
Progresivisme menekankan enam prinsip mengenai pendidikan dan atau belajar, yaitu bahwa:
(1)   Pendidikan seharusnya adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk kehidupan;
(2)   Belajar harus langsung berhubungan dengan minat anak;
(3)   Belajar melalui pemecahan masalah hendaknya diutamakan daripada pemberian bahan pelajaran;
(4)   Guru berperan sebagai pemberi advise, bukan untuk mengarahkan;
(5)   Sekolah harus menggerakan kerjasama daripada kompetisi; dan
(6)   Demokrasilah satu-satunya yang memberi tempat dan menggerakan pribadi-pribadi saling tukar menukar  ide secara bebas, yang diperlukan untuk pertumbuhan sesungguhnya.

2.      Tujuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan. Bertujuan agar peserta didik (individu) memiliki kemampuan memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial, atau dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses perubahan.
Sekolah. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, kehidupan yang rill adalah proses belajar, manusia (peserta didik) bebas dan aktif dalam berinteraksi, mengambil bagian, serta memanfaatkan lingkungan alam dan sosial-budaya.
3.      Kurikulum
Kurikulum tidak ada yang universal, melainkan berbeda-beda sesuai kondisi yang ada; kurikulum hendaknya disesuaikan dengan sifat-sifat peserta didik (minat, bakat, dan kebutuhan setiap peserta didik) atau child centered
4.      Metode
Metode yang diutamakan Progresivisme adalah metode pemecahan masalah (problem solving method), serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiry and discovery method).
5.      Peranan Pendidik dan Peserta Didik
Bahwa guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan peserta didik; sedangkan peserta didik berperan sebagai organism yang rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh.


BAB IX
ESENSIALISME
A.    Latar Belakang
Esensialisme berakar dari aliran filsafat Idealisme dan Realisme. Esensialisme menolak pandangan Progresivisme yang mengakui adanya sifat realitas yang serba berubah, fleksibel, particular dan bahwa nilai-nilai itu relatif.
B.     Filsafat Pendukung/Yang Melandasi
Esensialisme didukung atau dilandasi oleh filsafat Idealisme dan Realisme, yang secara bersama-sama mendukung Esensialisme, tetapi tidak lebur menjadi satu, masing-masing aliran tidak melepaskan sifat utamanya.
C.    Pandangan Filsafat Umum yang Melandasinya
1.      Pandangan Ontologi
Ontologi Idealisme. Pendukung Esensialisme adalam Idealisme atau Idealisme Absolut.
Ontologi Realisme. Pendukung Esensialisme adalah Realisme Objektif. Realitas bersifat eksternal atau objektif, artinya berada diluar subjek atau manusia dan independen dari pikiran manusia.
2.      Pandangan Epistemologi
a.       Epistemologi Idealisme
Sumber pengetahuan. Sekalipun kesadaran manusia bersifat terbatas, jika manusia tak dapat mengetahui hukum universal makrokosmos, ia sesungguhnya dapat memahaminya melalui mikrokosmos, yaitu realitas dirinya sendiri, pemahaman atau pengertiannya ini akan memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain.
Kriteria Kebenaran Pengetahuan. Bagi Idealisme pikiran atau kesadaran adalah Primordial.
b.      Epistemologi Realisme
Sumber Pengetahuan. Realisme Objektif sumber pengetahuan adalah dunia luar subjek, pengetahuan diperoleh melalui pengalaman diri ata pengamatan.
Kriteria Kebenaran. Uji kebenaran pengetahuan dilakukan melalui uji korespondensi pengetahuan dengan realitas.

3.      Pandangan Aksiologi
a.       Aksiologi Idealisme
Para filsuf Idealisme sepakat bahwa nilai hakikatnya diturunkan dari realitas absolut.
b.      Aksiologi Realisme
Para filsuf Realisme percaya bahwa standar nilai tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam, dan pada taraf yang lebih rendah diatur melalui konvensi atau kebiasaan, adat istiadat di dalam masyarakat.

D.    Konsep tentang Pendidikan
1.      Definisi Pendidikan
Pendidikan. Merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
2.      Tujuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan. Bertujuan mentransmisikan kebudayaan untuk menjamin solidaritas sosial dan kesejahteraan umum (E.J Power, 1982)
Sekolah. Berfungsi memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang (individu) kepada masyarakat (Imam Barnadib, 1984).
3.      Kurikulum
Kurikulum. Terdiri atas berbagai mata pelajaran yang berisi tentang ilmu pengetahuan, agama, dan seni yang dipandang esensial.
4.      Metode
Metode. Esensialisme menyarankan agar sekolah-sekolah mempertahankan metode-metode tradisional uang berhubungan dengan disiplin mental.
5.      Peranan Pendidik dan Peserta Didik
Guru atau pendidik berperan sebagai mediator atau jembatan antara dunia masyarakat atau orang dewasa dengan dunia anak. Sedangkan peran peserta didik adalah belajar, bukan untuk mengatur pelajaran.


BAB X
PERENIALISME
A.    Latar Belakang
Perenialisme percaya mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma yang bersifat abadi dalam kehidupan ini. Perennialisme mempunyai kesamaan dengan Esensialisme dalam hal menentang Progresivisme, tetapi berbeda dalam hal prinsip perennialist yang religious yang agama oriented.
B.     Filsafat Pendukung/Yang Melandasi
Merupakan integritas antara asas-asas filosofis Yunani Klasik dengan asas-asas religius Kristen yang berkembang pada abad pertengahan.
C.    Pandangan Filsafat Umum yang Melandasinya
1.      Pandangan Ontologi
Realitas bersifat universal-realitas itu ada di manapun dan sama di setiap waktu. Realitas bersumber dan bertujuan akhir kepada realita Supernatural/Tuhan.
2.      Pandangan Epistemologi
Manusia akan memperoleh pengetahuan lebih tepat jika bersandar pada asas-asas kepercayaan dan bantuan wahyu; dan itulah tahu dalam makna tertinggi, yang ideal.
3.      Pandangan Aksiologi
Pandangan tentang hakikat nilai menurut Perennialisme adalah pandangan mengenai hal-hal bersifat spiritual.
D.    Konsep Pendidikan
1.      Definisi Pendidikan
Pendidikan. Pendidikan sebagai jalan kembali/proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal.
2.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan. Adalah membantu peserta didik menginternalisasikan nilai-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
Sekolah. Adalah lembaga yang berperan mempersiapkan peserta didik atau orang muda untuk terjun kedalam kehidupan.
3.      Kurikulum
Bersifat subject centered atau uniform, universal dan abadi. Titik berat kurikulum diletakan pada pelajaran sastra, matematika, bahasa dan humaniora termasuk sejarah (liberal arts).
4.      Metode
Metode pendidikan atau metode belajar yang digunakan adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendiskusikan karya-karya besar yang tertuang dalam “The Great Books”.
5.      Peranan Pendidik dan Peserta Didik
Peran guru untuk mengembangkan potensi-potensi self-discovery; dan ia melakukan “moral authority” (otoritas moral) atas murid-muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih, dan mempunyai “perfect” knowledge (Mohammad Nor Syam, 1984:328).


BAB XI
FILSAFAT PENDIDIKAN KONSTRUKTIVISME
A.    Konsep Filsafat Umum
1.      Metafisika
Hakikat Realitas. Konstruktivisme menolak prinsip independensi dan objektivisme dari Realisme/Empirisme, yang menyatakan bahwa keberadaan realitas berdiri sendiri terlepas dari subjek pengamatan namun terbuka untuk dapat diketahui melalui pengalaman empiris.
Manusia. Manusia dituntut aktif membangun sendiri pengetahuannya. Eksistensi dan proses menjadi manusia ada dalam konteks interelasi dengan lingkungannya, baik lingkungan alamiah maupun manusiawi (Paul Suparno, 1997)
2.      Epistemologi dan Aksiologi
Bagi penganut Konstruktivisme pengetahuan bukanlah suatu potret dunia kenyataan yang ada, melainkan adalah hasil konstruksi atau bentukan kenyataan melalui kegiatan subjek.
Kriteria Kebenaran. Kebenaran pengetahuan diletakan pada viabilitas, maka pengetahuan manusia ada taraf atau tingkatannya: ada pengetahuan yang cocok atau berlaku untuk banyak persoalan sampai dengan pengetahuan yang hanya cocok untuk beberapa persoalan saja.
Sifat Pegetahuan. Memiliki sifat: (1) subjektif, (2) pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain; (3) pengetahuan bukan barang mati yang sekaligus jadi; (4) pengetahuan bersifat relatif.

B.     Implikasi terhadap Pendidikan
Bagi penganut Konstruktivisme, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.
1.      Tujuan Pendidikan
Konstruktivisme lebih menekankan pada perkembangan konsep dan pengertian (pengetahuan) yang mendalam sebagai hasil konstruksi aktif si pelajar (Fosnot, 1996).
2.      Kurikulum Pendidikan
Kurikulum bukan sebagai tubuh pengetahuan atau kumpulan keterampilan (skill), melainkan lebih sebagai program aktivitas dimana pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksikan.
3.      Metode Pendidkan
Satu metode mengajar saja tidak akan banyak membantu pelajar belajar, sehingga pengajar sangat mungkin untuk mempertimbangkan dan menggunakan berbagai metode yang membantu pelajar belajar, maka kelompok belajar dapat dikembangkan.
4.      Peran Guru dan Siswa
Guru hendaknya berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar peserta didik berjalan dengan baik. Adapun peserta didik dituntut aktif belajar dalam rangka mengkonstruksi pengetahuannya, dan harus bertanggung jawab atas hasil belajarnya.


BAB XII
FILSAFAT PENDIDIKAN NASIONAL: PANCASILA
Pancasila adalah dasar Negara Indonesia, maka pancasila juga adalah dasar pendidikan nasional. Berkenaan dengan ini Pasal 2 Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional” menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945”.
A.    Konsep Filsafat Umum
1.      Metafisika
Hakikat Realitas. Alam semesta tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa.
Hakikat Manusia. Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono-pluralis tetapi bersifat integral, artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu hakikatnya adalah satu kesatuan utuh. Pancasila menganut asas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.      Epistemologi
Hakikat Pengetahuan. Manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui keimanan/kepercayaan, berpikir, pengalaman empiris, penghayatan, dan intuisi. Kebenaran pengetahuan ada yang bersifat mutlak adapula yang bersifat relatif.
3.      Aksiologi
Hakikat nilai. Manusia adalah makhluk Tuhan, juga pribadi dan insani sosial, maka hakikat nilai diturunkan dari Tuhan YME, masyarakat, dan individu.
B.     Implikasi terhadap Pendidikan
1.      Makna Pendidikan
Adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, masyarakat, bangsa dan Negara (Pasal 1 UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
2.      Tujuan Pendidikan
Bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
3.      Kurikulum Pendidikan
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Filsafat pendidikan yang berdasarkan Pancasila menyarankan organisasi kurikulum yang bersifat moderat dan fleksibel.
4.      Metode Pendidikan
Penggunaa metode pendidikan diharapkan memperhatikan prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA) dan sebaiknya bersifat multi metode.
5.      Peranan Pendidik dan Peserta Didik
Berbagai peran pendidik dan peserta didik yang harus dilaksanakan, antara lain: pendidik harus memberikan atau menjadi teladan bagi peserta didiknya; pendidik harus mampu membangun karsa pada diri peserta didiknya;  dan bahwa sepanjang tidak berbahaya pendidik harus memberikan kebebasan atau kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri
6.      Orientasi Pendidikan
Pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi konservasi adalah dilandasi asumsi bahwa terdapat nilai-nilai, pengetahuan, norma, kebiasaan, dsb.; serta fungsi kreasi adalah dilandasi asumsi bahwa realitas tidaklah bersifat terberi (given) dan telah selesai sebagaimana diajarkan oleh sains modern.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar