RESUME
Pengantar
FILSAFAT
PENDIDIKAN
Tatang Syaripudin dan Kurniasih
Nama :
|
Nurrul Prima Wistri
|
NIM :
|
124223033
|
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP)
Muhammadiyah Kuningan
Tahun Akademik 2012 - 2013
Jl.Raya Cigugur No.28 Telp. (0232)
874085 Fax. (0232) 871281 kuningan 45511
Website
: www.umku.ac.id
BAB I
PENGERTIAN FILSAFAT
A. Definisi
Filsafat
1. Definisi
Filsafat secara Etimologi
Istilah filsafat (Inggris: philosophy; Arab: falsafah)
berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani Kuno, yaitu phielein atau philos yang
berarti cinta atau sahabat, dan Sophia atau sophos yang berarti kebijaksanaan.
Istilah philosphia dalam bahasa
Indonesia identik dengan istilah filsafat, maka untuk orangnya, yaitu orang mencintai kebijaksanaan disebut filsuf.
2. Definisi
Filsafat secara Operasional
Salah satu perbuatan Filsuf dalam mewujudkan
cintanya kepada kebijaksanaan adalah berpikir atau berfilsafat untuk memperoleh
kebenaran. Filsafat didefinisikan suatu proses berpikir reflektif sistematis
dan kritis kontemplatif untuk menghasilkan sistem pikiran atau sistem teori
tentang hakikat segala sesuatu secara komprehensif.
3. Definisi
Filsafat secara Leksikal
Sikap hidup atau pandangan hidup itu dimiliki
melalui pengalaman yang relatif tidak didasari secara rasional dan diperoleh
tidak dengan cara-cara berfilsafat.
B. Karakteristik
Filsafat
1. Karakteristik
Objek Studi Filsafat
a. Objek
Material Filsafat
Adalah segala sesuatu yang ada, objek material
filsafat tersebut meliputi:
1) Segala
sesuatu yang ada yang telah diciptakan Tuhan, seperti: alam, manusia, nilai,
dll.
2) Segala
sesuatu yang ada sebagai hasil kreasi manusia, seperti: politik, ekonomi,
hukum, dst.
b. Objek
Formal Filsafat
Redja Mudyahardjo (1995) mengemukakan tiga
karakteristik objek formal filsafat, yaitu:
1) Spekulatif,
bahwa permasalahan filsafat yang diajukan para filsuf mengandung pertanyaan-pertanyaan
yang melampauai segala apa yang tampak atau mengenai hakikat segala sesuatu.
2) Universal-abadi,
bahwa apa yang dipermasalahkan oleh para filsuf sejak zaman dulu selalu
dipermasalahkan juga oleh para filsuf dimasa yang akan datang.
3) Terbuka,
bahwa pertanyaan filsafati yang diajukan oleh para filsuf selalu memunculkan
pertanyaan-pertanyaan berikutnya yang saling berkaitan.
2. Karakteristik
Proses Berfikir Filsafati
Pertama, proses berfilsafat dimulai dengan ketakjuban/ketidakpuasan/ keraguan, dan hasrat bertanya yang muncul pada diri
seseorang filsuf terhadap sesuatu objek yang dialaminya.
Kedua, permasalahan yang dihadapi seseorang filsuf
selanjutnya dipikirkan oleh filsuf yang bersangkutan melalui prosedur berpikir
tertentu dalam rangka mencari jawabannya.
Ketiga, bersifat kontemplatif,
artinya berpikir untuk mengungkapkan hakikat dari segala sesuatu yang
dipikirkan.
Keempat, berpikir secara sinoptik, artinya berpikir dengan pola yang bersifat merangkum
keseluruhan tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipertanyakan.
Kelima, bersifat subjektif,
maksudnya bahwa pengalaman yang telah dimiliki seorang filsuf turut
mempengaruhi pemikiran dalam rangka mencari jawaban atas permasalahan yang
dihadapi.
3. Karakteristik
Hasil Berfilsafat
Karakteristik atau sifat-sifat yang membedakannya
dari jenis-jenis pengetahuan yang lain adalah sebagai berikut:
Pertama, sebagai hasil berpikir bersifat normatif atau preskriptif, artinya sistem teori/sistem gagasan filsafat selalu
menunjukkan/menjelaskan tentang apa yang dicita-citakan.
Kedua, hasil berpikir bersifat individualistik-unik artinya bahwa sistem teori/sistem pikirana
filsafat yang dikemukakan filsuf tertentu akan berbeda dengan sistem gagasan
filsafat yang dikemukakan filsuf lainnya.
Ketiga, Sistem teori atau sistem pikiran sebagai
hasil berfilsafat disajikan para filsuf secara tematik sistematis dalam bentuk naratif (uraian lisan/tertulis)
atau profetik(dialog/Tanya jawab
lisan/tertulis).
4. Karakteristik
Kebenaran Filsafat
Suatu sistem teori atau sistem pikiran filsafat
adalah benar bagi filsuf yang bersangkutan atau bagi para penganutnya
masing-masing; antara sistem teori filsafat yang satu dengan sistem teori
filsafat yang lainnya tidak dapat saling menjatuhkan mengenai kebenarannya.
C. Perbandingan
Filsafat, Ilmu (Sains), Seni dan Agama
1. Pebandingan
Filsafat dengan Ilmu (Sains)
Filsafat dengan ilmu (sains) memiliki persamaan
dalam hal cara berpikirnya, yaitu sama-sama bersifat kritis. Adapun
perbedaannya, filsafat memiliki karakteristik sebagai berikut; menguji asumsi,
objek studinya komprehensif mendasar, proses berpikirnya bersifat
kontemplatif/spekulatif/radikal, sinoptik, normative atau preskripstif, dan
bahwa kebenarannya bersifat subjektif paralelistik. Sebaliknya, ilmu (sains)
bertolak belakang dari asumsi, objek studinya spesifik, proses berpikirnya
deduktif-induktif atau induktif, analitik, dan deskriptif, dan bahwa
kebenarannya bersifat objektif-verifikatif.
2. Perbandingan
Filsafat dengan Seni
Filsafat maupun seni kedua-duanya merupakan hasil kreasi
insani, dan hasil kreasi yang bersifat individualistik, subjektif dan unik.
Adapun perbedaannya antara lain bahwa:
1) Filsafat
merupakan sistem pikiran, sedangkan seni merupakan sistem pengungkapan cita
rasa.
2) Sifat
isi kreasi filsafat merupakan sistem pikiran yang komprehensif mendasar dan
interpretatif normatif. Sedangkan sifat isi kreasi seni merupakan sistem
pengungkapan cita rasa yang bersifat khusus, interpretatif estetis dan
inspiratif spontan.
3) Cara
penyusunan kreasi filsafat adalah melalui berpikir reflektif sistematis dan
kritis kontemplatif. Sedangkan cara penyusunan kreasi seni adalah melalui
penghayatan estetis yang diungkapkan melalui bentuk tertentu.
4) Penyajian;
filsafat disajikan dalam bentuk naratif atau profetik yang mungkin pula dalam
bentuk seni tertentu semacam drama atau puisi. Sedangkan seni disajikan dalam
bentuk sastera, drama, puisi, lukisan, bangunan, patung, musik, lagu,dsb.
3. Perbandingan
Filsafat dengan Agama
Persamaan antara keduanya adalah sama-sama mengurus
masalah kebenaran, serta masalah nilai baik dan jahat, dan memiliki
karakteristik normatif atau preskriptif. Perbedaan antara filsafat dan agama
antara lain:
1) Filsafat
dimulai dengan ketakjuban, keraguan, atau ketidakpuasan dan hasrat bertanya.
Sedangkan agama dimulai dengan keimanan atau percaya,
2) Filsafat
merupakan hasil berpikir reflektif sistematis dan kritis kontemplatif.
Sedangkan agama didapat melalui wahyu yang disampaikan Tuhan melalui RasulNya.
3) Sifat
kebenaran adalah subjektif paralelistik, sedangkan kebenaran agama bersifat
mutlak.
D. Cabang
dan Aliran Filsafat
1. Cabang-cabang
Filsafat
Berdasarkan objek yang dipelajarinya filsafat
diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu: filsafat Umum atau filsafat murni
(cabang-cabang filsafat yang objek studinya mengenai segala sesuatu yang ada,
yang telah tergelar didunia atau yang telah diciptakan Tuhan) dan filsafat
Khusus atau filsafat terapan (cabang-cabang filsafat yang objek studinya
mengenai segala sesuatu sebagai hasil kreasi manusia. Adapun cabang-cabang
filsafat antara lain:
a) Metafisika,
adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat realitas (segala
sesuatu yang ada) secara menyeluruh (komprehensif).
b) Ontology,
adalah cabang filsafat (metafisika umum) yang mempelajari tentang hakikat
ada-nya segala sesuatu yang ada secara komprehensif.
c) Kosmologi,
adalah cabang filsafat (bagiann metafisika khusus) yang mempelajari tentang
hakikat alam termasuk segala isinya, kecuali manusia.
d) Teologi,
adalah cabang filsafat (bagian dari metafisika khusus) yang mempelajari tentang
kebenaran Tuhan.
e) Antropologi,
adalah cabang filsafat (bagian metafisika khusu) yang mempelajari tentang
hakikat manusia.
f) Epistemologi,
adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang hakikat pengetahuan.
g) Logika,
adalah cabang fillsafat yang mempelajari tentang asas-asas, aturan-aturan,
prosedur dan kriteria penalaran (berpikir) yang benar.
2. Aliran
Filsafat
Proses berpikir para filsuf yang bersifat
kontemplatif dan subjektif telah menghasilkan sistem teori atau sistem pikiran
yang bersifat individualistik-unik.
E. Kesalahpahaman,
Peran dan Manfaat Filsafat
1. Kesalahpahaman
terhadap Filsafat
Beberapa pendapat yang ada dikalangan masyarakat
yang menunjukkan kesalahpahaman terhadap filsafat:
·
Filsafat merupakan
sesuatu yang serba rahasia, mistis dan aneh.
·
Filsafat sebagai
sesuatu yang sudah dipelajari.
·
Filsafat itu berbahaya,
tak perlu dipelajari karena pikiran orang yang belajar filsafat bisanya
aneh-aneh, tidak sama dengan pikiran masyarakat pada umumnya.
·
Filsafat tidak berguna
lagi.
·
Filsafat tidak bermakna,
tidak memberikan petunjuk teknis mengenai kahidupan.
2. Peranan
Filsafat
Tiga peran utamanya dalam sejarah pemikiran manusia,
yaitu sebagai pendobrak tradisi dan kebiasaan, pembebas dari kebodohan, dan
pembimbing untuk berpikir rasional.
3. Manfaat
Filsafat
a. Manfaat
Filsafat bagi Perkembangan Ilmu (Sains)
Pertama,
objek yang dipelajari filsafat tidak terbatas seperti terbatasnya objek yang
dipelajari oleh ilmu.
Kedua,
Ilmu (ilmuwan) umumnya tidak mempersoalkan nilai kegunaan dari ilmu yang
dikembangkannya (ilmu untuk ilmu, ilmu bebas nilai).
Ketiga,
filsafat mengkaji segala sesuatu secara komprehensif, maka filsafat mempunyai
manfaat sebagai penghubung dan pengintegrasi antara disiplin ilmu yang terkotak-kotak.
b. Manfaat
Filsafat bagi Kehidupan Praktis
·
Filsafat memberikan
konsep-konsep dasar dan menunjukkan arah tujuan.
·
Filsafat membawa kita
kepada pemahaman dan tindakan praktis.
·
Filsafat mengembangkan
sikap kritis dan kemandirian intelektual.
·
Filsafat mengembangkan
sikap toleransi.
BAB II
FILSAFAT PENDIDKAN
A. Pengertian
Filsafat Pendidikan
1. Filsafat
Pendidikan sebagai Filsafat atau Filsafat Terapan
Dikatakan filsafat terapan, sebab filsafat
pendidikan pada dasarnya merupakan aplikasi filsafat umum dalam rangka
memecahkan berbagai permasalahan tentang hakikat pendidikan.
2. Filsafat
Pendidikan sebagai Proses dan Hasil Berpikir
Filsafat pendidikan adalah sekelompok teori atau
sistem pikiran tentang hakikat pendidikan, yang dihasilkan melalui berpikir
reflektif sistematis dan kritis kontemplatif.
B. Karakteristik
Filsafat Pendidikan
1. Karakteristik
Objek Studi Filsafat Pendidikan
Objek material studi filsafat pendidikan adalah
pendidikan. Objek formal studi filsafat pendidikan adalah keseluruhan
permasalahan mengenai pendidikan bersifat mendasar, bahwa pertanyaan/permasalahn
filsafat pendidikan pun memiliki sifat spekulatif, abadi, dan terbuka.
2. Karakteristik
Tujuan Filsafat Pendidikan
Menurut Edward J Power (1982), tujuan filsafat
pendidikan terdiri dari empat jenis, yaitu:
1) Bersifat
inspirational, untuk mengekspresikan
tentang pendidikan yang ideal atau pendidikan yang dicita-citakan.
2) Bersifat analytical, untuk menemukan dan
menginterpretasi makna perkata atau yulisan mengenai konsep pendidikan dan
praktek pendidika.
3) Bersifat prescriptive, untuk memberikan kejelasan
dan arah yang tepat bagi praktek pendidikan dengan suatu komitmen untuk
mengimplementasikannya.
4) Bersifat
investigations dan inquiry, adalah untuk menyelidiki
kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek pendidikan untuk merekonstruksikannya
kembali.
3.
Karakteristik Proses
Studi Filsafat Pendidikan
Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut:
Pertama, proses berfilsafat dimulai dengan
ketakjuban/ketidakpuasan/keraguan, dan hasrat bertanya pada diri seseorang
filsuf terhadap sesuatu objek yang dialaminya tentang pendidikan.
Kedua, permasalahan/pertanyaan tentang pendidikan
yang dihadapi seseorang filsuf selanjutnya dipikirkan melalui prosedur berpikir
tertentu dalam rangka mencari jawaban.
Ketiga, berpikir filsafati bersifat kontemplatif, artinya berpikir untuk
mengungkapkan hakikat dari segala sesuatu tentang pendidikan yang dipikirkan.
Keempat, bahwa dalam rangka mengungkap hakikat
segala sesuatu tentang pendidikan yang dipertanyakan itu, para filsuf berpikir
secara sinoptik.
Kelima, bahwa dalam rangka berpikir para filsuf
melibatkan seluruh pengalaman insaninya, sehingga pemikiran mereka itu bersifat
subjektif.
4. Karakteristik
Hasil Studi Filsafat Pendidikan
Adapun karakteristik atau sifat-sifatnya adalah
sebagai berikut:
Pertama, Filsafat pendidikan sebagai suatu hasil
berpikir bersifat normatif atau prespektif, artinya sistem gagasan
filsafat selalu menunjukkan atau menjelaskan apa yang dicita-citakan.
Kedua, hasil berpikir bersifat individualistik-unik artinya sistem teori/sistem pikiran filsafat
pendidikan yang dikemukakan filsuf tertentu akan berbeda dengan sistem gagasan
filsafat pendidikan yang dikemukakan filsuf lainnya.
Ketiga, sebagai hasil berfilsafat disajikan para
filsuf secara tematik sistematis
dalam bentuk naratif (uraian
lisan/tertulis) dan profektif
(dialog/Tanya jawab lisan/tertulis).
Keempat, hasil berpikir filsafat umum dalam rangka
memecahkan masalah-masalah pendidikan.
5. Karakteristik
Kebenaran Filsafat Pendidikan
Kebenaran filsafat pendidikan bersifat subjektif-paralelistik, bahwa suatu
sistem teori atau sistem pikiran filsafat pendidikan adalah benar bagi filsuf
yang bersangkutan atau bagi para penganutnya masing-masing.
C. Fungsi
Filsafat Pendidikan
Beberapa fungsi filsafat pendidikan, adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan
wawasan yang bersifat komprehensif mengenai hakikat pendidikan.
2. Menjadi
asumsi bagi praktek pendidikan.
3. Memberikan
kemana pendidikan seharusnya diarahkan,dirumuskan dalam tujuan pendidikan.
4. Membangun
sikap kritis dan kemandirian intelektual ditengah-tengah teori pendidikan dan
praktek pendidikan yang ada atau sedang berlangsung.
BAB III
FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME
Idealisme adalah sistem filsafat yang menekankan
pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh
(soul) atau jiwa (spirit) daripada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material.
A. Konsep
Filsafat Umum Idealisme
1. Metafisika
Hakikat Realitas:
Bersifat spiritual atau ideal. Bagi penganut idealisme, realitas diturunkan
dari suatu substansi fundamental, yang sifatnya nonmaterial, yaitu pikiran/spirit/roh.
Hakikat Manusia.
Bersifat spiritual/kejiwaan. Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian
jiwa, yaitu: nous (akal,fikiran) yang
merupakan bagian rasional, thumos
(semangat atau keberanian), dan epithumia
(keinginan, kebutuhan atau nafsu).
2. Epistemologi
Proses mengetahui terjadi dalam pikiran, manusia
memperoleh pengetahuan melalui berpikir dan melalui intuisi. Kebenaran hanya
didapat oleh orang-orang tertentu yang memiliki pikiran yang baik saja, sedangkan
kebanyakan orang hanya sampai pada tingkat pendapat.
3. Aksiologi
Bahwa nilai-nilai bersifat abadi. Menurut penganut
idealisme Theistik nilai-nilai abadi berada pada Tuhan. Nilai-nilai absolut dan
tidak berubah (abadi), sebab nilai-nilai merupakan bagian dari aturan-aturan
yang sudah ditentukan alam (Callahan and Clark, 1983).
B. Implikasi
terhadap Pendidikan
1. Tujuan
Pendidikan
Bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran dan
diri pribadi (self) siswa. Sekolah
hendaknya mengutamakan aktifitas-aktifitas intelektual,
pertimbangan-perimbangan moral, pertimbangan estetis, realitas diri, kebebasan,
tanggung jawab, dan pengendalian diri demi mencapi perkembangan pikiran dan
diri pribadi.
2. Kurikulum
Pendidikan
Berisikan pendidikan liberal (untuk pengembangan
kemampuan rasional dan moral) dan pendidikan vokasional/praktis(pengembangan
kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan).
3. Metode
Pendidikan
Metode mengajar hendaknya mendorong siswa memperluas
cakrawala; mendorong berpikir reflektif; mendorong pilihan-pilihan moral
pribadi; memberikan keterampilan berpikir logis; memberikan kesempatan
menggunakan pengetahuan untuk masalah moral dan sosial; dan meningkatkan minat
terhadap isi mata pelajaran.
4. Peran
Guru dan Siswa
Guru harus unggul dalam pengetahuan dan memahami
kebutuhan-kebutuhan serta kemampuan-kemampuan para siswa. Adapun siswa beperan
bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya (Edward J. Power, 1982).
BAB IV
FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME
Merupakan aliran filsafat yang memiliki sistem
pikiran bertentangan dengan sistem pikiran idealisme. Realisme adalah aliran
filsafat yang berkeyakinan bahwa objek indera kita adalah riil atau
sungguh-sungguh nyata adanya.
A.
Konsep Filsafat Umum
1. Metafisika
Hakikat Realitas.
Menurut para filsuf Realisme bahwa dunia terbuat dari sesuatu yang nyata,
substansial dan material yang hadir dengan sendirinya (entity).
Hakikat Manusia.
Manusia adalah bagian dari alam, pikiran (jiwa) adalah suatu organisme yang
sangat rumit yang mampu berpikir.
2. Epistemologi
Pengetahuan diperoleh manusia bersumber dari
pengalaman dirinya. Para filsuf Realisme menganut prinsip independensi yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia
tentang realitas tidak dapat mengubah substansi atau esensi realitas. Realitas
bersifat material dan nyata.
3. Aksiologi
Menurut Edward J. Power (1982), bahwa tingkah laku
manusia diatur oleh hukum alam, dan pada tingkat yang lebih rendah diuji
melalui konvensi atau kebiasaan, dan adat istiadat didalam masyarakat.
B. Implikasi
terhadap Pendidikan
1. Tujuan
Pendidikan
Bertujuan agar para siswa dapat bertahan hidup di
dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia serta mampu
melaksanakan tanggung jawab sosial.
2. Kurikulum
Pendidikan
Kurikulum pendidikan sebaiknya meliputi: (1)
sains/ilmu pengetahuan alam dan matematika, (2) Ilmu kemanusiaan dan ilmu sosial,
serta (3) nilai-nilai. Kurikulum yang baik diorganisasi menurut mata pelajaran
dan berpusat pada materi pelajaran.
3. Metode
Pendidikan
Metode penyajian hendaknya bersifat logis dan
psikologis. Pembiasaan merupakan
metode utama yang diterima oleh para filsuf Realisme yang merupakan penganut Behaviorisme.
4. Peran
Guru dan Siswa
Guru adalah pengelola kegiatan belajar-belajar di
dalam kelas; penentu materi pelajaran; guru harus menggunakan minat siswa yang
berhubungan dengan mata pelajaran, dan membuat mata pelajaran sebagai sesuatu
yang kongkrit untuk dialami siswa.
Siswa berperan untuk menguasai pengetahuan yang
diandalkan; siswa harus taat pada aturan dan berdisiplin, sebab aturan yang
baik sangat diperlukan untuk belajar, disiplin mental dan moral dibutuhkan
untuk berbagi tingkatan keutamaan.
BAB V
FILSAFAT PENDIDIKAN
PRAGMATISME
Pragmatisme merupakan reaksi atau kritik terhadap
filsafat yang telah berkembang sebelumnya, seperti Idealisme, Realisme,
Rasionalisme, dll.
A. Konsep
Filsafat Umum
1. Metafisika
Hakikat Realitas.
Adalah segala sesuatu yang dialami manusia (pengalaman); bersifat plural (pluralistic); dan terus menerus berubah.
Hakikat manusia.
Manusia tidak terpisah dari realitas pada umumnya, sebab manusia adalah bagian
daripadanya dan terus menerus bersamanya.
2. Epistemologi
Para filsuf Pragmatisme menolak dualisme antara
subjek (manusia) yang mempresepsi dengan objek yang dipresepsi. Manusia adalah
kedua-duanya dalam dunia yang dipresepsinya dan dari dunia ia presepsi.
3. Aksiologi
Menurut paham Pragmatisme, nilai hakikatnya
diturunkan dari kondisi manusia. Nilai tidak bersifat ekslusif, tidak berdiri
sendiri, melainkan ada dalam suatu proses, yaitu dalam tindakan/perbuatan
manusia itu sendiri.
B. Implikasi
terhadap Pendidikan
1. Tujuan
Pendidikan
Tujuan-tujuan pendidikan meliputi:
·
Kesehatan yang baik.
·
Keterampilan-keterampilan
kejutuan (pekerjaan).
·
Minat-minat dan
hobi-hobi untuk kehidupan yang menyenangkan.
·
Persiapan untuk menjadi
orang tua.
·
Kemampuan untuk
bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial.
2. Kurikulum
Pendidikan
Pendidikan harus dilaksanakan untuk memelihara
demokrasi. Sebab hakikat demokrasi adalah dinamika dan perubahan sebagai hasil
rekonstruksi pengalaman yang terus berlangsung.
3. Metode
pendidikan
Pragmatism mengutamakan penggunaan metode pemecahan
masalah serta metode penyelidikan dan penemuan.
4. Peran
Guru dan Siswa
Edward J. Power (1982) menyimpulkan bahwa siswa
merupakan organisme yang rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk
tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman
belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa.
BAB VI
FILSAFAT PENDIDIKAN
SCHOLASTISISME
A. Konsep
Filsafat Umum
1. Metafisika
Hakikat realitas.
Bahwa alam semesta(universe) atau realitas adalah ciptaan Tuhan. Scholastisisme
menganut prinsip hylemorphe
sebagaimana diajarkan Aristoteles (hyle
berarti materi, morphe berarti
bentuk).
Hakikat Manusia.
Manusia merupakan kesatuan badan-jiwa. Karena hubungan antara badan dan jiwa
sebagai bentuk dan materi atau sebagai aktus dan potensi, maka jiwa bukanlah
sesuatu yang berdiri sendiri seperti dalam ajaran Plato.
2. Epistemologi
Scholastisisme mengakui adanya dua jenis
pengetahuan, yatu pengetahuan yang berpangkal pada akal yang terang serta
memiliki hal-hal yang bersifat insane, dan pengetahuan iman yang berpangkal
pada wahyu dan memiliki kebenaran ilahi, yang ada dalam Kitab Suci.
3. Aksiologi
Bagi penganut Scholastisisme pengetahuan nilai-nilai
kebenaran yang pasti, absolute, universal dan abadi didalam kebudayaan masa
lampau dipandang sebagai kebudayaan ideal.
B. Implikasi
terhadap Pendidikan
1. Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan hendaknya tidak hanya untuk
mengembangkan kemampuan intelektual dan mengembangkan kemampuan fisikal saja,
melainkan untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki manusia agar dapat
hidup selamat di dunia maupun di akhirat.
2. Kurikulum
Pendidikan
Dalam konteks ini, isi pendidikan meliputi
pendidikan liberal yang mencakup pengembangan mata pelajaran fundamental yang
berkenaan dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan kemampuan-kemampuan
intelektual.
3. Metode
Pendidikan
Mengutamakan metode latihan formal (formal driil) dalam rangka
mendisiplinkan pikiran. Dalam rangka persiapan jiwa, yaitu untuk memperkuat
keimanan dan kemauan berbuat kebijakan,penganut Scholastisisme mengutamakan
metode Katekismus (Catechism),yaitu
metode Tanya jawab sebagaimana disajikan dalam kitab atau buku pelajaran agam
Kristen.
4. Peranan
Guru dan Siswa
Guru mempuyai wewenang untuk mengatur kelas
(pengelolaan kelas berpusat pada guru); dalam hal ini struktur pelajaran yang
dirancang guru hendaknya disarahkan untuk membantu pengembangan pengetahuan,
keterampilan berpikir, dan untuk berbuat kebijakan.
Orientasi pendidikan Scholastisisme adalah Perennialisme, karena menekankan
pengetahuan dan nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal, absolute,
menetap atau abadi, serta prinsipnya yang religious (agama oriented).
BAB VII
FILSAFAT PENDIDIKAN
EKSISTENSIALISME
Istilah eksistensi berasal dari kata eks yang berarti ke luar, dan kata sistensi
yang ditunkan dari kata sisto, yang
berarti berdiri atau menempatkan. Eksistensi berarti: manusia
berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya sendiri (Harun
hadiwidjo, 1992).
A. Filsafat
Umum Eksistensialisme
1. Metafisika
Para filsuf Eksistensialisme mengakui adanya
realitas yang bersifat fisik atau realitas yang bersifat material, sedangkan
realitas spiritual (Tuhan) diakui keberadaannya oleh para filsuf
Eksistensialisme yang religious(theistik). Sebaliknya, realitas spiritual
(Tuhan) tidak diakui keberadaannya oleh filsuf Eksistensialisme yang atheis.
2. Epistemologi
Manusia mengetahui hanya melalui pengalaman.
Pengalaman bagi filsuf Eksistensialisme adalah pengalaman yang terhayati oleh
individu sebagai subjek atau pribadi.
3. Aksiologi
Setiap nilai ditentukan oleh kebebasan memilih
setiap pribadi perseorangan. Eksistensi-manusia adalah nilai dasar bagi setiap
pribadi. Nilai-nilai adalah penting untuk setiap individu, namun relative untuk
keadaan setiap individu.
B. Implikasi
terhadap Pendidikan
1. Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Eksistensialisme adalah
agar siswa memperoleh pengalaman hidup yang luas dan komprehensif dalam segala
bentuknya sehingga dengan kebebasannya ia mampu mewujudkan diri pribadinya
sebagai manusia.
2. Kurikulum
Pendidikan
Kurikulum ideal bagi filsuf Eksistensialisme akan
mengutamakan:
1) Suatu
kurikulum aktivitas.
2) Minat
peserta didik sebagai dasar perencanaan aktivitas.
3) Kebebasan
yang penuh dari peserta didik untuk belajar secara individual maupun secara
kelompok.
4) Kurikulum
yang didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan yang dekat.
5) Mengakui
perbedaan-perbedaan pengalaman individual pserta didik.
3. Metode
Pendidikan
Dilaksanakan dengan teknik-teknik pembelajaran nondirective. Karena itu, kepastian dan
rincian pelajaran yang direncanakan (direkayasa secara ketat) tidaklah penting.
Alasannya, rencana pembelajaran yang sudah disusun atau direkayasa secara ketat
menjadi pemaksaan minat dan nilai-nila orang dewasa (pendidik) terhadap peserta
didik.
4. Peranan
Pendidik dan Peserta Didik
Guru berperan untuk melindungi dan menjaga kebebasan
akademik, dimana guru pada hari ini, mungkin menjadi siswa pada esok hari;
sedangkan siswa merupakan makhluk rasional yang dengan kebebasannya berperan
untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sesuai dengan pemenuhan
tujuan personal (Edward J. Power, 1982).
BAB VIII
PROGRESIVISME
A.
Latar Belakang
Progresivisme menentang dan menolak formalisme yang
berlebihan dan membosankan dari praktek-praktek sekolah atau pendidikan yang
tradisional. Progresivisme anti terhadap otoritarianisme dan absulotisme dalam
berbagai bidang kehidupan.
B. Filsafat
Pendukung/Yang Melandasi
Progresivisme didukung atau dilandasi oleh filsafat
Pragmatisme dari John Dewey (1859-1952). Merupakan orang yang paling dikenal
mempengaruhi dan berperan dalam rangka pendirian serta perkembangan Progresivisme.
C. Pandangan
Filsafat Umum yang Melandasi
1. Pandangan
Ontologi
Evolusionistis
dan Pluralistis. Progresivisme bersifat anti metafisika. Progresivisme memandang
eksistensi alam atau dunia dari sudut prosesnya.
Manusia.
Progresivisme memandang manusia sebagai subjek yang bebas dan memiliki potensi
intelegensi (akal dan kecerdasan).
Pengalaman
sebagai realitas. Pengalaman ialah suatu
realita yang telah meresap dan membina pribadi. Realitas pada hakikatnya terus
berubah, hidup itu pun selalu berubah.
Pengalaman dan
Pikiran. Manusia memiliki fungsi-fungsi jiwa
yang dikenal sebagai pikiran (mindi),
sehingga ia mempunyai berbagai potensi intelegensi.
2. Pandangan
Epistemologi
Sumber
pengetahuan. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman
dimana manusia kontak langsung dengan segala realitas dalam lingkungan
hidupnya; atau melalui pengalaman secara tidak langsung.
Sifat
Pengetahuan; relative dan berubah. Pengetahuan
diperoleh melalui pengalaman tentang fenomena, karena fenomena realitas
hakikatnya adalah berubah, maka pengetahuan dan kebenaran pengetahuan pun akan
berubah, dan berarti bersifat relatif.
3. Pandangan
Aksiologi
Sumber nilai:
kondisi riil manusia/pengalaman. Hakikat nilai
(etika) secara empiris, yaitu berdasarkan pengalaman atau kondisi riil manusia.
Sifat nilai:
berada dalam proses, relative, kondisional, memiliki kualitas sosial dan
individual, serta dinamis.
Kriteria nilai:
berguna adalah baik. Sesuatu dikatakan
baik apabila berguna dalam praktek hidup dan kehidupan, adapun sesuatu
dikatakan berguna jika bermakna untuk kehidupan yang intelligent, yaitu hidup
yang sukses, produktif dan bahagia.
Demokrasi
sebagai Nilai. Memandang demokrasi sebagai nilai
ideal yang wajib dilaksanakan dalam semua bidang kehidupan. Demokrasi adalah
nilai individual dan nilai sosial.
D. Konsep
tetang Pendidikan
1. Definisi
Pendidikan
Progresivisme menekankan enam prinsip mengenai
pendidikan dan atau belajar, yaitu bahwa:
(1) Pendidikan
seharusnya adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk kehidupan;
(2) Belajar
harus langsung berhubungan dengan minat anak;
(3) Belajar
melalui pemecahan masalah hendaknya diutamakan daripada pemberian bahan
pelajaran;
(4) Guru
berperan sebagai pemberi advise, bukan untuk mengarahkan;
(5) Sekolah
harus menggerakan kerjasama daripada kompetisi; dan
(6) Demokrasilah
satu-satunya yang memberi tempat dan menggerakan pribadi-pribadi saling tukar
menukar ide secara bebas, yang
diperlukan untuk pertumbuhan sesungguhnya.
2. Tujuan
Pendidikan
Tujuan
Pendidikan. Bertujuan agar peserta didik
(individu) memiliki kemampuan memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan
pribadi maupun kehidupan sosial, atau dalam berinteraksi dengan lingkungan
sekitar yang berada dalam proses perubahan.
Sekolah.
Pendidikan adalah hidup itu sendiri, kehidupan yang rill adalah proses belajar,
manusia (peserta didik) bebas dan aktif dalam berinteraksi, mengambil bagian,
serta memanfaatkan lingkungan alam dan sosial-budaya.
3. Kurikulum
Kurikulum tidak ada yang universal, melainkan
berbeda-beda sesuai kondisi yang ada; kurikulum hendaknya disesuaikan dengan
sifat-sifat peserta didik (minat, bakat, dan kebutuhan setiap peserta didik)
atau child centered
4. Metode
Metode yang diutamakan Progresivisme adalah metode
pemecahan masalah (problem solving method),
serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiry
and discovery method).
5. Peranan
Pendidik dan Peserta Didik
Bahwa guru berperan untuk memimpin dan membimbing
pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan
peserta didik; sedangkan peserta didik berperan sebagai organism yang rumit
yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh.
BAB IX
ESENSIALISME
A.
Latar Belakang
Esensialisme berakar dari aliran filsafat Idealisme
dan Realisme. Esensialisme menolak pandangan Progresivisme yang mengakui adanya
sifat realitas yang serba berubah, fleksibel, particular dan bahwa nilai-nilai
itu relatif.
B. Filsafat
Pendukung/Yang Melandasi
Esensialisme didukung atau dilandasi oleh filsafat
Idealisme dan Realisme, yang secara bersama-sama mendukung Esensialisme, tetapi
tidak lebur menjadi satu, masing-masing aliran tidak melepaskan sifat utamanya.
C. Pandangan
Filsafat Umum yang Melandasinya
1. Pandangan
Ontologi
Ontologi
Idealisme. Pendukung Esensialisme adalam
Idealisme atau Idealisme Absolut.
Ontologi
Realisme. Pendukung Esensialisme adalah Realisme
Objektif. Realitas bersifat eksternal atau objektif, artinya berada diluar
subjek atau manusia dan independen dari pikiran manusia.
2. Pandangan
Epistemologi
a. Epistemologi
Idealisme
Sumber
pengetahuan. Sekalipun kesadaran manusia
bersifat terbatas, jika manusia tak dapat mengetahui hukum universal
makrokosmos, ia sesungguhnya dapat memahaminya melalui mikrokosmos, yaitu
realitas dirinya sendiri, pemahaman atau pengertiannya ini akan memberi
kesadaran untuk mengerti realita yang lain.
Kriteria
Kebenaran Pengetahuan. Bagi Idealisme
pikiran atau kesadaran adalah Primordial.
b. Epistemologi
Realisme
Sumber
Pengetahuan. Realisme Objektif sumber
pengetahuan adalah dunia luar subjek, pengetahuan diperoleh melalui pengalaman
diri ata pengamatan.
Kriteria
Kebenaran. Uji kebenaran pengetahuan dilakukan
melalui uji korespondensi pengetahuan
dengan realitas.
3. Pandangan
Aksiologi
a. Aksiologi
Idealisme
Para filsuf Idealisme sepakat bahwa nilai hakikatnya
diturunkan dari realitas absolut.
b. Aksiologi
Realisme
Para filsuf Realisme percaya bahwa standar nilai
tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam, dan pada taraf yang lebih rendah
diatur melalui konvensi atau kebiasaan, adat istiadat di dalam masyarakat.
D. Konsep
tentang Pendidikan
1. Definisi
Pendidikan
Pendidikan.
Merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, pendidikan harus didasarkan kepada
nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
2. Tujuan
Pendidikan
Tujuan
Pendidikan. Bertujuan mentransmisikan
kebudayaan untuk menjamin solidaritas sosial dan kesejahteraan umum (E.J Power,
1982)
Sekolah.
Berfungsi memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun, dan menjadi penuntun
penyesuaian orang (individu) kepada masyarakat (Imam Barnadib, 1984).
3. Kurikulum
Kurikulum.
Terdiri atas berbagai mata pelajaran yang berisi tentang ilmu pengetahuan,
agama, dan seni yang dipandang esensial.
4. Metode
Metode.
Esensialisme menyarankan agar sekolah-sekolah mempertahankan metode-metode
tradisional uang berhubungan dengan disiplin mental.
5. Peranan
Pendidik dan Peserta Didik
Guru atau pendidik berperan sebagai mediator atau
jembatan antara dunia masyarakat atau orang dewasa dengan dunia anak. Sedangkan
peran peserta didik adalah belajar, bukan untuk mengatur pelajaran.
BAB
X
PERENIALISME
A. Latar
Belakang
Perenialisme percaya mengenai adanya nilai-nilai,
norma-norma yang bersifat abadi dalam kehidupan ini. Perennialisme mempunyai
kesamaan dengan Esensialisme dalam hal menentang Progresivisme, tetapi berbeda
dalam hal prinsip perennialist yang religious yang agama oriented.
B. Filsafat
Pendukung/Yang Melandasi
Merupakan integritas antara asas-asas filosofis
Yunani Klasik dengan asas-asas religius Kristen yang berkembang pada abad
pertengahan.
C. Pandangan
Filsafat Umum yang Melandasinya
1. Pandangan
Ontologi
Realitas bersifat universal-realitas itu ada di
manapun dan sama di setiap waktu. Realitas bersumber dan bertujuan akhir kepada
realita Supernatural/Tuhan.
2. Pandangan
Epistemologi
Manusia akan memperoleh pengetahuan lebih tepat jika
bersandar pada asas-asas kepercayaan dan bantuan wahyu; dan itulah tahu dalam
makna tertinggi, yang ideal.
3. Pandangan
Aksiologi
Pandangan tentang hakikat nilai menurut
Perennialisme adalah pandangan mengenai hal-hal bersifat spiritual.
D. Konsep
Pendidikan
1. Definisi
Pendidikan
Pendidikan.
Pendidikan sebagai jalan kembali/proses mengembalikan keadaan manusia sekarang
seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal.
2. Tujuan
Pendidikan
Tujuan
pendidikan. Adalah membantu peserta didik
menginternalisasikan nilai-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan
dan kebaikan dalam hidup.
Sekolah.
Adalah lembaga yang berperan mempersiapkan peserta didik atau orang muda untuk
terjun kedalam kehidupan.
3. Kurikulum
Bersifat subject
centered atau uniform, universal dan abadi. Titik berat kurikulum diletakan
pada pelajaran sastra, matematika, bahasa dan humaniora termasuk sejarah (liberal arts).
4. Metode
Metode pendidikan atau metode
belajar yang digunakan adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan
mendiskusikan karya-karya besar yang tertuang dalam “The Great Books”.
5. Peranan
Pendidik dan Peserta Didik
Peran guru untuk mengembangkan potensi-potensi self-discovery; dan ia melakukan “moral authority” (otoritas moral) atas
murid-muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih, dan mempunyai “perfect” knowledge (Mohammad Nor Syam,
1984:328).
BAB XI
FILSAFAT PENDIDIKAN
KONSTRUKTIVISME
A. Konsep
Filsafat Umum
1. Metafisika
Hakikat Realitas.
Konstruktivisme menolak prinsip
independensi dan objektivisme
dari Realisme/Empirisme, yang menyatakan bahwa keberadaan realitas berdiri
sendiri terlepas dari subjek pengamatan namun terbuka untuk dapat diketahui
melalui pengalaman empiris.
Manusia.
Manusia dituntut aktif membangun sendiri pengetahuannya. Eksistensi dan proses
menjadi manusia ada dalam konteks interelasi dengan lingkungannya, baik
lingkungan alamiah maupun manusiawi (Paul Suparno, 1997)
2. Epistemologi
dan Aksiologi
Bagi penganut Konstruktivisme pengetahuan bukanlah
suatu potret dunia kenyataan yang ada, melainkan adalah hasil konstruksi atau
bentukan kenyataan melalui kegiatan subjek.
Kriteria
Kebenaran. Kebenaran pengetahuan diletakan pada viabilitas, maka pengetahuan manusia ada
taraf atau tingkatannya: ada pengetahuan yang cocok atau berlaku untuk banyak
persoalan sampai dengan pengetahuan yang hanya cocok untuk beberapa persoalan
saja.
Sifat Pegetahuan.
Memiliki sifat: (1) subjektif, (2) pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu
saja dari seseorang kepada orang lain; (3) pengetahuan bukan barang mati yang
sekaligus jadi; (4) pengetahuan bersifat relatif.
B. Implikasi
terhadap Pendidikan
Bagi penganut Konstruktivisme, mengajar bukanlah
kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada murid, melainkan suatu
kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.
1. Tujuan
Pendidikan
Konstruktivisme lebih menekankan pada perkembangan
konsep dan pengertian (pengetahuan) yang mendalam sebagai hasil konstruksi
aktif si pelajar (Fosnot, 1996).
2. Kurikulum
Pendidikan
Kurikulum bukan sebagai tubuh pengetahuan atau
kumpulan keterampilan (skill), melainkan lebih sebagai program aktivitas dimana
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksikan.
3. Metode
Pendidkan
Satu metode mengajar saja tidak akan banyak membantu
pelajar belajar, sehingga pengajar sangat mungkin untuk mempertimbangkan dan
menggunakan berbagai metode yang membantu pelajar belajar, maka kelompok
belajar dapat dikembangkan.
4. Peran
Guru dan Siswa
Guru hendaknya berperan sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu agar proses belajar peserta didik berjalan dengan
baik. Adapun peserta didik dituntut aktif belajar dalam rangka mengkonstruksi
pengetahuannya, dan harus bertanggung jawab atas hasil belajarnya.
BAB XII
FILSAFAT PENDIDIKAN
NASIONAL: PANCASILA
Pancasila adalah dasar Negara Indonesia, maka
pancasila juga adalah dasar pendidikan nasional. Berkenaan dengan ini Pasal 2
Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”
menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional
adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945”.
A. Konsep
Filsafat Umum
1. Metafisika
Hakikat Realitas.
Alam semesta tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa.
Hakikat Manusia.
Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono-pluralis tetapi bersifat integral,
artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu hakikatnya adalah satu
kesatuan utuh. Pancasila menganut asas
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Epistemologi
Hakikat
Pengetahuan. Manusia dapat memperoleh
pengetahuan melalui keimanan/kepercayaan, berpikir, pengalaman empiris,
penghayatan, dan intuisi. Kebenaran pengetahuan ada yang bersifat mutlak
adapula yang bersifat relatif.
3. Aksiologi
Hakikat nilai. Manusia adalah makhluk Tuhan, juga
pribadi dan insani sosial, maka hakikat nilai diturunkan dari Tuhan YME,
masyarakat, dan individu.
B. Implikasi
terhadap Pendidikan
1. Makna
Pendidikan
Adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, masyarakat, bangsa dan Negara
(Pasal 1 UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
2. Tujuan
Pendidikan
Bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
3. Kurikulum
Pendidikan
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Filsafat pendidikan yang
berdasarkan Pancasila menyarankan organisasi kurikulum yang bersifat moderat
dan fleksibel.
4. Metode
Pendidikan
Penggunaa metode pendidikan diharapkan memperhatikan
prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA) dan sebaiknya bersifat multi metode.
5. Peranan
Pendidik dan Peserta Didik
Berbagai peran pendidik dan peserta didik yang harus
dilaksanakan, antara lain: pendidik harus memberikan atau menjadi teladan bagi
peserta didiknya; pendidik harus mampu membangun karsa pada diri peserta
didiknya; dan bahwa sepanjang tidak
berbahaya pendidik harus memberikan kebebasan atau kesempatan kepada peserta
didik untuk belajar mandiri
6. Orientasi
Pendidikan
Pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi konservasi adalah dilandasi
asumsi bahwa terdapat nilai-nilai, pengetahuan, norma, kebiasaan, dsb.; serta fungsi kreasi adalah dilandasi asumsi
bahwa realitas tidaklah bersifat terberi (given)
dan telah selesai sebagaimana diajarkan oleh sains modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar