BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada aspek ibadah Islam tidak hanya
mengatur masalah ibadah sholat, zakat, puasa atau ibadah haji saja, tetapi juga
yang menyangkut aspek-aspek lain, termasuk tata cara pembagian harta pusaka
atau warisan, yang dalam ilmu fiqih disebut FARAID.
Secara etimologis Mawaris adalah bentuk
jamak dari kata miras, yang merupakan mashdar (infinitif) dari kata : warasa –
yarisu – irsan – mirasan. Maknanya menurut bahasa adalah ; berpindahnya sesuatu
dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Sedangkan maknanya menurut istilah yang dikenal para ulama ialah, berpindahnya
hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih
hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja
yang berupa hak milik yang legal secara syar’i.
Dalam hukum islam rukun waris ada tiga, yaitu;
1. Pewaris, yakni
orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta
peninggalannya.
2. Ahli waris,
yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan
pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan,
atau lainnya.
3. Harta warisan,
yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik
berupa uang, tanah, dan sebagainya.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan
diatas, terdapat beberapa rumusan masalah yang erat kaitannya dengan Mawaris,
yaitu sebagai berikut:
1. Apa
pengertian Ilmu Mawaris itu ?
2. Bagaimana
kedudukan dan hukum mempelajari Ilmu Mawaris ?
3. Apa
saja tujuan Ilmu Mawaris ?
4. Apa
saja sumber hukum Ilmu Mawaris beserta ayat-ayatnya ?
5. Apa
hikmah mempelajari Ilmu Mawaris ?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dalam penulisan makalah ini, adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
pengertian Ilmu Mawaris.
2. Memahami
kedudukan dan hukum mempelajari Ilmu Mawaris.
3. Memahami
tujuan Ilmu Mawaris.
4. Memahami
hukum Ilmu Mawaris dan ayat-ayatnya.
5. Memahami
hikmah mempelajari Ilmu Mawaris.
BAB
2
ILMU
MAWARIS
2.1 Pengertian
Ilmu Mawaris
Menurut bahasa kata mawaris adalah
bentuk jama’ dari kata ”mirats”
yang menggunakan makna ”mauruts” artinya harta warisan yang ditinggalkan
oleh mayit. Menurut
istilah ilmu yang membahas tentang harta peninggalan orang yang meninggal
dunia. Yaitu, ilmu yang membahas pembagian harta pusaka atau ilmu yang
menerangkan perkara pusaka. Pusaka dalam bahasa arab disebut attirkah. Peninggalan orang mati, yakni
harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang telah mati untuk di
bagikan kepada yang berhak menerimanya.
Pusaka wajib dibagi menurut mestinya sesuai dengan hukum
yang telah ditentukan dalam al-Qur’an. Adapun setelah diterima kemudian
diberikan kepada saudaranya yang dianggap lemah ekonominya dalam lingkungan
keluarganya. Namun, harta benda itu wajib dibagikan menurut semestinya. Sesuai
dengan hukum yang telah di tentukan Al- Qur’an.
Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraid. Kata faraid merupakan
kata jamak dari kata faridah. Yang artinya takdir atau ketentuan. Menurut
istilah syara, faraid adalah ilmu tentang bagian yang telah ditentukan ahli waris.
Dengan
demikian, ilmu ini dinamakan ilmu mawaris karena membahas perkara yang
berkaitan dengan harta peninggalan (harta warisan). Disebut ilmu faraid karena
membahas ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan terhadap
masing-masing ahli waris.
2.2 Kedudukan
dan Hukum mempelajari Ilmu Mawaris
Harta peninggalan seseorang yang telah meninggal
dunia seringkali menimbulkan sengketa dan pertengkaran dalam sebuah keluarga,
dimana akhirnya memutuskan hubungan silaturahmi atau tali persaudaraan dalam
keluarga. Padahal memutuskan tali persaudaraan adalah hal yang diharamkan dalam
islam. Putusnya tali persaudaraan disebabkan karena masing-masing ahli waris
pada dasarnya ingin mendapatkan bagian yang banyak bahkan jika perlu
mendapatkan seluruh harta warisan, sedangkan ahli waris lainnya tidak perlu
mendapatkan bagian.
Untuk menghindari hal semacam itu maka Allah SWT
menurunkan ketentuan dan aturan dalam mengatur pembagian harta warisan dengan
aturan yang sudah pasti. Bukti bahwa masalah warisan adalah masalah yang sangat
penting adalah adanya ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bagian-bagian
masing-masing ahli waris dengan jelas. Semua kebijakasanaan dalam hal ini
adalah berasal dari Allah SWT karena seringkali manusia tidak dapat mengetahui
hakikat sesuatu dan hanya Allah sajalah yang mengetahui, sebagaimana dalam
firman-Nya,
آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ
أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا
حَكِيمًا
Artinya
:
“Tentang
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang
lebih dekat manfaatnya bagimu. Ini adalah ketentuan Allah, Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-nissa : 11)
Orang-orang yang mempunyai ilmu faraid (ilmu
mawaris) hampir sudah tidak ada, dan pembagian waris yang diatur menurut
syari’at Islam sudah tidak banyak dilaksanakan oleh umat islam sendiri. Kalau
ada orang yang mati meninggalkan harta pusaka, tidak segera dibagikan kepada
yang berhak menerimanya, sehingga akhirnya harta pusaka itu habis tidak
terbagi.
Rasulullah SAW sudah mensinyalir keadaan yang
demikian, sehingga beliau sangat menekankan kita kaum muslimin untuk
mempelajari ilmu faraid (ilmu mawaris), karena ilmu ini lama-lama akan lenyap,
yakni orang-orang menjadi malas untuk melaksanakan pembagian pusaka menurut
semestinya, yang diatur hukum Islam.
Rasulullah
SAW bersabda :
تعَلَّمُواالْفَرَائِضَ
وَعَلِّمُوْهَاالنَّاسَ فَاِنِّى امْرُؤٌمَقبُوْضٌ وَاِنَّ الْعِلْمَ سَيُقبَضُ
وَتَظْهَرُالْفِتَنُ حَتّى يَخْتَلِفَ اِثنَانِ فِى الْفَرِيْضَةِ فَلايَجِدَانِ
مَنْ يَّقضِيْ بَيْنَهُمَا ( رواه الحاكم )
Artinya
:
“Pelajarilah
faraid (pembagian harta warisan) dan ajarkanlah kepada orang lain. Sesungguhnya
aku adalah seorang manusia yang bakal dicabut nyawa. Dan sesunguhnya ilmu itu
pun akan ikut tercabut pula. Juga akan hadir fitnah-fitnah sehingga terjadilah
perselisihan antara dua orang karena hal warisan. Kemudian mereka berdua itu
tidak mendapatkan orang yang akan memberi keputusan (terhadap masalah yang
diperselisihkan itu) di antara mereka berdua.” (Riwayat Al-Hakim)
2.3 Tujuan Ilmu Mawaris
Bagi umat islam, segala persoalan hidup
manusia baik yang terkait dengan Allah dan yang terkait dengan manusia lainnya
adalah diatur di dalam syariat islam, Sebagaimana firman Allah SWT yang
artinya:
”Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan
melanggar (melampaui) ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya
ke dalam neraka, sedang ia kekal didalamnya, dan baginya siksa yang
menghinakan”. (Qs. An-Nisa’:14)
Adapun
tujuan dari ilmu mawaris adalah :
a)
Agar kaum muslimin dapat bertanggung
jawab dalam melaksanakan syariat islam bidang pembagian harta warisan
b)
Dapat memberikan solusi terhadap
pembagian harta warisan yang sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasulnya dan
dapat terhindar dari pembagian yang salah (menurut kepentingan pribadi)
c) Untuk
menyelamatkan harta benda si mati agar terhindar dari pengambilan harta
orang-orang yang berhak menerimanya dan agar jangan ada orang-orang yang makan harta
hak milik orang lain, dan hak milik anak yatim dengan jalan yang tidak halal.
Dalam firman-Nya :
وَلا
تَأكُلوْا امْوَالكُمْ بَيْنَكُمْ بِالبَاطِل
Artinya
:
“Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan
yang batil.” (Al-Baqarah : 188)
Agar umat islam dapat membagi harta warisan sesuai
dengan ketentuan nash al-quran dan hadis sesuai dengan keadilan sosial dan
tugas serta tanggung jawab masing-masing ahli waris. Adapun sebab–sebab
waris-muwaris
Seseorang menerima warisan / menjadi ahli waris
apabila mereka mempunyai hubungan nasab, hubungan perkawinan, dan hubungan
karena wala’ dan kesamaan agama.
1. Sebab
nasab (hubungan kerabat).
Seseorang
akan memperoleh harta warisan sebab hubungan nasab, mempunyai
hubungan darah / mempunyai hubungan keluarga dengan pewaris.
hubungan darah / mempunyai hubungan keluarga dengan pewaris.
2. Sebab
perkawinan
Perkawinan
yang salah menyababkan adanya hubungan saling mewarisi antara suami dan istri
yaitu- perkawinan dan syarat dan hukumnya terpenuhi.
3. Sebab
wala’
Al-wala
adalah hubungan kewarisan akibat seseorang memerdekakan hamba sahaya / melalui
perjanjian tolong-menolong.
4. Sebab
persamaan agama
Kalau
seseorang tidak mempunyai ahli waris maka harta peninggalanya di serahkan pada
baitul mal untuk kepentingan umat islam
5. Pembunuh
orang yang membunuh kerabatanya
Tidak
berhak mendapatkan harta warisan dari yang terbunuh.
2.4 Sumber Hukum Ilmu
Mawaris dan Ayat-Ayatnya
Ilmu mawaris termasuk ilmu syariah,
yakni ilmu yang terkait dengan masalah ibadah dan muamalah yang segala hukum
dan tata caranya didasarkan pada syara’ (agama).
Melihat banyaknya ayat-ayat al-Qur’an
yang secara terperinci menerangkan tentang pembagian harta warisan, maka dapat
dipahami bahwa masalah faraid (ilmu mawaris) adalah sangat penting. Hal
tersebut juga bisa dilihat dari salah satu sabda Nabi Muhammad SAW yang
meletakkan ilmu faraid sebagai salah satu dari tiga pilar agama.
Adapun sumber hukum ilmu mawaris adalah Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul bukan bersumber kepada pendapat seseorang yang terlepas dari jiwa
Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul. Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan
masalah mawaris, antara lain :
Artinya:
”bagi
laki-laki ada bagian dari harta yang di tinggalkan oleh ibu-bapak dan kerabatnya.
Dan bagi wanita ada bagian dari harta yang di tinggalkan oleh ibu bapak dan kerabatnya
baik sedikit ataupun banyak menurut bagian yang telah di tetapkan. (An
Nisa’:7)
Adapun dasar hukum waris yang berasal dari sunnah Rasul antara lain:
Artinya
: bagi seorang yang membunuh tidak mendapat
hak waris (HR. An Nasai)
2.5 Hikmah Mempelajari Ilmu
Mawaris
Dalam ayat-ayat Mawaris Allah menjelaskan bagian setiap ahli
waris yang berhak mendapatkan warisan, menunjukkan bagian warisan dan syarat-syaratnya,
menjelaskan keadaan-keadaan dimana manusia mendapat warisan dan dimana ia tidak
memperolehnya, kapan ia mendapat warisan dengan penetapan atau menjadi ashobah
(menunggu sisa atau mendapat seluruhnya) atau dengan kedua-duanya sekaligus dan
kapan ia terhalang untuk mendapatkan warisan sebagian dan seluruhnya.
Begitu besar derajat ilmu fara'id bagi umat Islam sehingga oleh
sebagian besar ulama dikatakan sebagai separuh Ilmu. Hal ini didasarkan kepada hadis
Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa’I dan Daru Quthni:
"Pelajarilah Al-Qur’an
dan ajarkanlah kepada orang-orang, pelajarilah ilmu fara'id dan ajarkanlah ilmu
itu kepada orang-orang, karena aku adalah manusia yang akan direnggut (wafat),
sesungguhnya ilmu itu akan dicabut dan akan timbul fitnah hingga kelak ada dua
orang berselisih dan mengenai pembagian warisan, namun tidak ada orang yang
memutuskan perkara mereka"
Hadis tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah saw, memerintahkan
kepada umat Islam untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu fara'id, agar tidak terjadi
perselisihan-perselisihan dalam pembagian harta peninggalan, disebabkan ketiadaan
ulama fara'id. Perintah tersebut mengandung perintah wajib. Kewajiban mempelajari
dan mengajarkan ilmu itu gugur apabila ada sebagian orang yang telah melaksanakannya.
Jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka seluruh umat Islam
menanggung dosa, disebabkan melalaikan suatu kewajiban.
Hikmah khusus dari pembagian warisan
adalah sebagai berikut:
1. Upaya
meneruskan (mengganti) kedudukan mayat dalam martabat dan kemuliaan, karena
setiap orang pasti berusaha agar mendapatkan keturunan yang bisa menempati
kedudukan dan martabatnya apabila ia sudah meninggal.
2. Terciptanya
rasa pengabdian, kasih sayang, dan persaudaraan di antara kerabat keluarga.
3. Mengamalkan ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah Rasul yang
terkait dengan harta warisan karena di dalam pengamalan tersebut terkandung
nilai-nilai keadilan, kedamaian dan kebersamaan di dalam keluarga sesuai dengan
kodrat dan tanggung jawabnya. Sebagaimana perbedaan hak antara anak laki-laki
dan anak perempuan, adanya hijab (penghalang), adanya asabah (sisa), dan
lain-lain.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut bahasa kata mawaris adalah
bentuk jama’ dari kata ”mirats”
yang menggunakan makna ”mauruts” artinya ”harta warisan” yang
ditinggalkan oleh mayit. Menurut istilah ilmu yang membahas tentang harta peninggalan
orang yang meninggal dunia. Yaitu, ilmu yang membahas pembagian harta pusaka
atau ilmu yang menerangkan perkara pusaka. ilmu ini
dinamakan ilmu mawaris karena membahas perkara yang berkaitan dengan harta
peninggalan (harta warisan). Disebut ilmu faraid karena membahas
ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan terhadap masing-masing
ahli waris.
Bukti bahwa
masalah warisan adalah masalah yang sangat penting adalah adanya ayat-ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan bagian-bagian masing-masing ahli waris dengan jelas.
Semua kebijakasanaan dalam hal ini adalah berasal dari Allah SWT karena
seringkali manusia tidak dapat mengetahui hakikat sesuatu dan hanya Allah
sajalah yang mengetahui.
Adapun tujuan dari ilmu mawaris adalah :
a)
Agar kaum muslimin dapat bertanggung
jawab dalam melaksanakan syariat islam bidang pembagian harta warisan
b)
Dapat memberikan solusi terhadap
pembagian harta warisan yang sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasulnya dan
dapat terhindar dari pembagian yang salah (menurut kepentingan pribadi)
c)
Untuk menyelamatkan
harta benda si mati agar terhindar dari pengambilan harta orang-orang yang
berhak menerimanya dan agar jangan ada orang-orang yang makan harta hak milik
orang lain, dan hak milik anak yatim dengan jalan yang tidak halal.
Ilmu mawaris termasuk ilmu syariah,
yakni ilmu yang terkait dengan masalah ibadah dan muamalah yang segala hukum
dan tata caranya didasarkan pada syara’ (agama).
Adapun sumber hukum ilmu mawaris adalah
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul bukan bersumber kepada pendapat seseorang yang
terlepas dari jiwa Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul.
Hikmah khusus dari pembagian warisan
adalah sebagai berikut:
1) Upaya
meneruskan (mengganti) kedudukan mayat dalam martabat dan kemuliaan, karena
setiap orang pasti berusaha agar mendapatkan keturunan yang bisa menempati
kedudukan dan martabatnya apabila ia sudah meninggal.
2) Terciptanya
rasa pengabdian, kasih sayang, dan persaudaraan di antara kerabat keluarga.
3) Mengamalkan ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah Rasul yang
terkait dengan harta warisan karena di dalam pengamalan tersebut terkandung
nilai-nilai keadilan, kedamaian dan kebersamaan di dalam keluarga sesuai dengan
kodrat dan tanggung jawabnya. Sebagaimana perbedaan hak antara anak laki-laki
dan anak perempuan, adanya hijab (penghalang), adanya asabah (sisa), dan
lain-lain.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini apabila ada keterangan
yang kurang bias dipahami, mohon maaf yang sebesar-besarnya dan kami sangat berterima
kasih apabila ada saran/kritik yang bersifat membangun sebagai penyempurna dari
makalah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar